Sementara itu, Ketua sekaligus Penanggungjawab KTT Merta Buana, I Wayan Antos, menyampaikan terima kasih atas dukungan pelatihan maupun sarana dan prasarana yang telah diberikan KPwBI Provinsi Bali.
“Pelatihan yang diberikan sangat luar biasa, sebelumnya kami tidak mengerti budi daya cabai organik, tetapi akhirnya menjadi paham, sampai bisa menghasilkan produk olahan cabai,” ucapnya didampingi Deputi Direktur KPwBI Bali, Donny Heatubun.
KTT Merta Buana yang semula mengerjakan demplot seluas satu hektare, kini telah berkembang mengolah lahan seluas 11,2 hektare. Bahkan, telah dikembangkan dengan mencari kelompok pendamping dari desa-desa sekitar dengan luasan demplot rata-rata satu hektare.
Antos mengemukakan, rata-rata kapasitas produksi cabai merah organik di KTT Merta Buana sebanyak 23,4 ton per hektare, yang dijual ke sejumlah pasar tradisional.
Untuk lebih memaksimalkan penjualan cabai dan meningkatkan kesejahteraan petani, Antos sangat berharap ada pasar khusus yang bisa menyerap hasil pertanian organik.
“Selama ini pasar tidak melihat apakah itu cabai organik atau tidak, harga dipukul rata, sehingga kami juga harus menerima juga ketika harga cabai anjlok sampai Rp8.000 per kilogram. Belakangan ini harga cabai memang lumayan, hingga Rp35 ribu per kilogram,” katanya.
Meskipun harga cabai sudah naik, namun kata Antos, petani masih menghadapi tantangan dengan perubahan musim dan serangan lalat buah.
“Kami sangat berharap, ke depannya Bank Indonesia dapat memfasilitasi kami untuk pengurusan BPOM dan sertifikasi halal untuk produk olahan kami, sehingga bisa dipasarkan lebih luas,” ucapnya sembari mengatakan, sebelumnya KTT Merta Buana juga lolos kurasi dalam Karya Kreatif Indonesia 2020.