Penyelidikan Dugaan Penggunaan Senjata Kimia di Suriah Dilanjutkan

Penyelidikan terhadap pemakaian senjata kimia telah dilakukan PBB bersama OPCW sejak 2014 dan belum lama ini sesi konsultasi digelar antara pihak penyelidik bersama pemerintah Suriah pada 22 September-3 Oktober.

Sesi konsultasi itu membahas berbagai macam informasi dan perbedaan temuan yang dilaporkan oleh tim pencari fakta dan otoritas di Suriah.

Meskipun terkendala oleh kurangnya transparansi dari pihak pemerintah, Nakamitsu menegaskan pihaknya akan tetap melanjutkan penyelidikan dan mendorong otoritas di Suriah ikut terlibat dalam proses pemeriksaan.

“Siapa pun yang menggunakan senjata kimia harus diketahui dan bertanggung jawab,” ujar dia.

Setidaknya ada beberapa pertempuran di Suriah yang diyakini melibatkan bahan kimia sebagai senjata, khususnya saat insiden di Aleppo pada 24 November 2018.

Pemerintah Suriah saat itu menuduh kelompok pemberontak menggunakan gas beracun sehingga menyebabkan 50 warga sipil kesulitan bernapas dan mengalami masalah penglihatan. Akan tetapi, tuduhan itu dibantah oleh kelompok pemberontak yang mengatakan pihaknya tidak memiliki bahan semacam itu.

Sebelumnya, berbagai laporan dari hasil penyelidikan bersama OPCW dan PBB menunjukkan bahwa pemerintah Suriah bertanggung jawab atas dua serangan gas beracun pada 2015 dan mencurigai kelompok IS menggunakan Gas Mustard — senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan — pada tahun yang sama.

Penggunaan senjata kimia telah dilarang dalam seluruh pertempuran dan konflik bersenjata sejak 1925 lewat peresmian Protokol Jenewa.

Namun baru pada 1997, Konvensi Senjata Kimia (CWC), pakta yang melarang penggunaan senjata kimia, ditandatangani oleh ratusan negara anggota dan mulai efektif berlaku.

Lihat juga...