Nyamuk Masih Menjadi Pembunuh Nomor Satu Dunia
JAKARTA – Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof Dr drh Upik Kesumawati Hadi menyebut, masyarakat harus tetap mewaspadai keberadaan nyamuk. Sampai saat ini nyamuk masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia.
“Nyamuk menyebabkan lebih banyak penderitaan kepada manusia jika dibandingkan organisme lain. Dan tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan,” ungkap Prof Upik, Kamis (22/10/2020).
Prof Upik mengatakan, badan kesehatan dunia atau WHO dalam World Malaria Report 2019 memperkirakan, ada 228 juta kasus malaria terjadi pada 2018. Sedikit berbeda dengan kasus pada 2017 dengan jumlah 210 juta di seluruh dunia. “Jumlah kematian akibat malaria sebanyak 405.000 pada 2018 dan 416.000 selama 2017. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak di Sub-Sahara Afrika dan Asia,” ungkapnya.
Hal tersebut menjadi laporan kerugian akibat satu penyakit, yaitu malaria, belum termasuk kematian akibat penyakit tular nyamuk lainnya. Selain malaria, ada berbagai jenis arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk, yakni virus dengue, chikungunya, dan japanese encephalitis. Semuanya secara endemik ditemukan di Indonesia.
Terkait penularan penyakit tersebut, dapat terjadi karena banyak faktor. Namun yang jelas, terjadi ketika manusia memiliki mobilitas tinggi, yang memungkinkan terjadinya kontak erat dengan nyamuk. Misalnya pada saat melakukan aktivitas perjalanan, perdagangan dan pariwisata, baik di dalam maupun luar negeri, atau dari daerah non-endemis menuju daerah endemis. “Nyamuk adalah serangga kecil, mulai dari badannya, sayapnya, kaki-kakinya dan mulutnya yang langsing serta keberadaannya di sekitar permukiman menjadi pengganggu kenyamanan,” ujarnya.