Dalam amatan Parni Hadi, trauma akibat G30S/PKI dan atau yang diciptakan setelah itu, membuat orang lebih merasa aman jika dipimpin ABRI, terutama TNI AD. Apalagi, yang namanya stabilitas nasional itu kemudian berkembang meliputi seluruh aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, yakni stabilitas di bidang Ipoleksosbudhankam (Idoelogi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan).
“Hankam ditaruh paling belakang, tapi yang menentukan. Tentara menjadi panglima hampir semua lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” sebutnya.
Selanjutnya, urai Parni Hadi, Golongan Karya (Golkar) sebagai partai pendukung pemerintah dipimpin oleh tentara aktif, purnawirawan, dan birokrat, PNS dari pusat sampai daerah, cabang dan ranting bersama politisi simpatisan tentara.
“Harus diakui bahwa memang tentara adalah pendukung utama Golkar sejak awal. Sekalipun, politisi sipil dan orang-orang sipil non-PNS turut memimpin partai itu. Pak Harto adalah Ketua Dewan Pembina Golkar, yang punya kekuasaan membatalkan keputusan DPP Golkar,” tulisnya.
Selain itu, jelas Parni Hadi, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang merupakan satu-satunya organisasi wartawan yang diakui pemerintah, dari pusat sampai daerah dan cabang juga dipimpin oleh wartawan-wartawan yang juga pengurus Golkar. Bahkan, Ketua Umum PWI pun pernah dipegang oleh seorang Brigadir Jenderal TNI AD, Sugeng Widjaya (alm.).
Parni Hadi juga mengatakan, ada beberapa isu yang dilarang atau pantang dipersoalkan oleh pers nasional di jaman Pak Harto. Dua di antaranya adalah Dasar Negara Pancasila dan UUD 1945. Keduanya seperti disakralkan, jangan dikutak-katik.