Suitan Nyaring Gurih Manis, Kue Putu Tradisional Khas Semarangan

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

SEMARANG — Suara mendengung lamat-lamat terdengar dari kejauhan. Tidak seberapa lama, sumber suara pun terlihat. Seorang pria paruh baya dengan angkringan kayu, dengan mantab melangkah, menyusuri jalanan perumahan di kawasan Tembalang Semarang, Sabtu (29/8/2020).

Ya, tidak salah lagi, pria tersebut merupakan pedagang kue putu keliling. Suara mendengung dengan bunyi unik mirip kumbang terbang tersebut, berasal dari alat suitan pada kukusan angkringan kue putu, yang terkena uap air.

Jumadi, nama pria tersebut, mengaku sudah puluhan tahun berjualan kue putu. Selama itu pula, dirinya bersama keluarga, menggantungkan hidup dari hasil jualan kue tradisional tersebut.

“Sekarang jaman sudah berubah, sudah tidak seperti dulu, semua serba mahal. Hanya tenaga orang saja yang murah,” paparnya, sembari melayani pembeli.

Mulai berjualan sejak tahun 1990-an, dirinya mengaku sudah berkali-kali mengalami kenaikan harga bahan baku untuk kue tersebut, yakni tepung beras, tepung ketan, gula jawa hingga kelapa muda. Dari harga ribuan hingga belasan ribu.

“Dulu, mulai jualan dari tepung beras harganya Rp 3.000 per kilo, sampai sekarang sudah 15 ribu per kilogram. Semua sekarang naik, mungkin karena harga BBM naik jadi semua harga jadi naik,” terangnya.

Kenaikan harga baku pun berimbas pada harga jual kue putu, dari awalnya Rp 100 per potong, kemudian naik menjadi Rp 200, hingga sekarang dijual dengan harga 1.000 per buah.

Beruntung, di tengah banjirnya kue atau makanan ala barat, seperti pizza, hamburger atau jenis lainnya, penggemar kue putu tetap ada hingga sekarang.

Rasa manis dari gula jawa, dipadu gurih hasil perpaduan antara tepung beras dan ketan, bercampur parutan kelapa muda, menjadikan kue khas Semarangan tersebut tetap digemari.

Lihat juga...