Pulihkan Ekonomi, INDEF: Jokowi Bisa Belajar dari Soeharto
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini menegaskan, pada masa pertumbuhan ekonomi menuju resesi, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa belajar dari Presiden kedua RI, Soeharto yang berhasil menyumbang 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Menurutnya, pada tahun 1980, Indonesia hampir bangkrut, tetapi kemudian ekonominya bisa pulih dan ekspor bisa tumbuh tinggi.
“Tahun 1980-an, Indonesia hampir bangkrut, tapi tidak karena kemudian ekonomi membaik. Bahkan ekspor Indonesia saat itu mampu menyumbang hingga 50 persen terhadap PDB nasional,” ungkap Didik dalam diskusi INDEF bertajuk ‘Mungkinkan Investasi dan Perdagangan di Tengah Resesi,’ yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/20).
Lebih lanjut Didik menjelaskan, saat itu pemerintahan di era Presiden Soeharto, fokus kerjanya pada orientasi ekspor yang berbasis investasi. Dengan berbagai upaya yang melakukan deregulasi, debirokrasi dan menabrak aturan lainnya.
“Ya, meski ada banyak dampaknya, tapi sisi baiknya pemerintahan era Soeharto berhasil menumbuhkan ekspor,” tukasnya.
Pada periode tahun 1980-an itu, jelas Didik lagi, merupakan periode emas kinerja kebijakan ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, karena menghasilkan rasio PDB nasional tertinggi di angka 50 persen.
“Periode emas era Soeharto berhasil sumbang 50 persen terhadap PDB nasional,” ujarnya.
Begitu pula menurutnya, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ekspornya tinggi tapi rasio terhadap PDB-nya kecil.
Dan saat ini yang menjadi masalah adalah pemerintah Jokowi tidak fokus dan tidak memiliki strategi dalam upaya peningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.