Kemenristek: Penemuan Obat Covid-19 Butuh Proses Panjang
Editor: Koko Triarko
Menurut Ali, berbagai inovasi selama 4 bulan terakhir telah dihasilkan. Seperti robot perawat, rapid test kit dan lain sebagainya. Bahkan, PCR yang biasanya impor, sekarang tidak, karena peneliti Indonesia telah membuatnya. Selain itu, ada juga mobile laboratory, di mana laboratorium bisa menghampiri masyarakat.
“Semua itu inovasi yang dibuat oleh anak bangsa. Terakhir adalah ventilator canggih yang dibuat oleh UGM, yang kalau kita impor itu bisa miliaran, tapi ini hanya 450 juta,” tutupnya.
Ali menambahkan, obat herbal terstandar hanya memiliki satu efektivitas terkait dengan klaim yang telah diajukan kepada BPOM. Hal ini diungkapkan, menyusul maraknya klaim temuan obat Covid-19 yang beredar di tengah masyarakat dan terlanjur viral.
“Jadi, pertama kalau ada klaim obat herbal, kita bisa lihat atau cek terdaftar atau tidak di BPOM, kalau klaimnya itu untuk obat kuat, misalnya, lalu diklaim untuk Covid-19 itu tidak bisa,” sebutnya.
Biasanya, kata Ali, pendaftaran obat herbal pada BPOM hanya memiliki satu klaim efektivitas, sehingga tidak bisa digunakan untuk penyakit lain di luar klaim yang telah didaftarkan pada BPOM.
“Jadi, harus jelas. Jika berubah indikasinya, maka harus daftar lagi dan harus dicek ulang,” tutupnya. (Ant)