Indonesia Perlu Banyak Kajian Ilmiah tentang Ubur-ubur

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Dan tentunya adalah untuk melihat, sejauh mana ubur-ubur bisa dimanfaatkan secara positif, terutama untuk kepentingan ekonomi,” tandasnya.

Peneliti Plankton LIPI, Oksto Ridho Sianturi, menyampaikan bahwa pemanfaatan ubur-ubur sebagai makanan sudah ditemukan sejak 300 Masehi di wilayah China dan mengalami peningkatan konsumsi sejak tahun 1970-an. Tercatat, Jepang melakukan impor ubur-ubur hingga 7.000 ton per tahun.

Peneliti Plankton LIPI Oksto Ridho Sianturi saat seminar online, Sabtu (22/8/2020) – Foto: Ranny Supusepa

“Dipercaya ubur-ubur ini memiliki nilai pengobatan untuk penyakit radang sendi, hipertensi, sakit punggung dan bisul. Selain itu dipercaya juga bisa melembutkan kulit karena kandungan kolagennya dan memperlancar pencernaan,” kata Ridho dalam kesempatan yang sama.

Pada beberapa kajian nutrisi, dinyatakan kandungan gizi dari 58 gram atau satu cangkir ubur-ubur adalah 21 gram kalori, 3 gram protein, lemak 1 gram, Selenium 45 persen, Choline 10 persen dan besi 7 persen.

“Dalam bidang sains sendiri, ubur-ubur diteliti kolagennya untuk studi kanker ovarium dan aplikasi hemostatik atau pengobatan luka. Penelitian Green Fluorescent Protein dan penelitian transdifferentiation dari Immortal Jellyfish untuk sel menjadi lebih muda,” ucapnya lebih lanjut.

Pemanfaatan lainnya ubur-ubur, juga dilakukan pada bidang pakan ternak, pupuk, insektisida, umpan, tambahan semen, penyaring nanopartikel, anti mikrobiotik, antioksidan dan bahan bioaktif.

“Kalau di Indonesia sendiri, penelitian terkait ubur-ubur ini memang masih minim. Baru pada potensi obat dan makanan, pengolahan, kandungan ubur-ubur dan penelitian biodiversitas ubur-ubur serta berita tentang sengatan ubur-ubur,” ujar Ridho.

Lihat juga...