Asosiasi Advokat Hong Kong Sebut Penundaan Pemilu Kemungkinan Ilegal

HONG KONG — Asosiasi advokat di Hong Kong mengatakan keputusan otoritas setempat menunda pemilihan dewan legislatif kota selama setahun kemungkinan ilegal atau melanggar hukum, meskipun langkah itu mengacu pada aturan kedaruratan mengingat tingginya kasus positif COVID-19.

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, pada Jumat (31/7) menunda pemilihan Dewan Legislatif, atau yang disebut Legco. Risiko kesehatan masyarakat jadi salah satu alasan penundaan, tetapi beberapa pihak meyakini langkah itu dilatari kepentingan politis.

Pemilihan Dewan Legislatif mulanya akan jadi pemilu pertama yang digelar di Hong Kong setelah parlemen China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Baru di kota bekas koloni Inggris itu. UU Keamanan Baru dibuat demi memidanakan pelaku makar, subversi, terorisme, dan aksi kolusi bersama pasukan bersenjata asing, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.

Aturan pemilu di Hong Kong hanya memperbolehkan penundaan selama 14 hari, tetapi UU yang telah berlaku sejak era kolonial itu memberi kekuasaan tak terbatas bagi pemerintah untuk menunda pemilu jika itu mengancam keselamatan masyarakat.

Asosiasi Advokat Hong Kong, lewat pernyataan tertulisnya, Minggu, mengatakan UU pemilu mengatur situasi yang lebih spesifik terkait ancaman kesehatan pada masa pemilihan. Biasanya, penundaan dilakukan dengan mengacu pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya, kata asosiasi.

Pemberlakuan aturan kedaruratan untuk menunda pemilu yang telah dijadwalkan “kemungkinan melanggar hukum,” kata pihak asosiasi.

Penundaan itu diumumkan setelah 12 aktivis pro demokrasi didiskualifikasi dari daftar calon anggota dewan karena mereka diyakini punya niat makar dan menentang UU Keamanan Baru. Alhasil, banyak pihak meragukan pandemi sebagai satu-satunya alasan penundaan.

Lihat juga...