A.B.Kusuma: Pancasila Menjiwai UUD 1945
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
Namun pidato Bung Karno pada 18 Agustus 1945 itu, saat membahas UUD itu menyatakan bahwa sifatnya sementara. Akan dibicarakan lagi setelah ada perjanjian damai.
Apalagi dalam perdebatan sidang tersebut para tokoh menyatakan bahwa yang paling dasar itu ultimatum dari rakyat.
Jadi menurutnya, baik tanggal 1 Juni, 22 Juni dan 18 Agustus itu bukan ultimatum dari rakyat, karena jumlah peserta sidang sedikit. “Jadi tanggal 18 Agustus 1945 itu, Pancasila belum final, karena Ki Bagus Hadikusumo dan semua peserta sidang bilang begitu. Karena ini masih akan dibahas di konstutiante yang diharapkan ada pembicaraan final mengenai UUD,” ujarnya.
Tetapi lanjut dia, sangat disayangkan di tingkat konstutiante pembahasan juga tetap macet. Dengan perbandingan 260 peserta setuju rumusan Pancasila tanggal 18 Agustus, dan 200 orang setuju rumusan Pancasila 22 Juni.
“Tiga kali pemungutan suara, dan rumusan Pancasila tanggal 18 Agustus selalu menang. Tapi tidak memenuhi forum seperti ketentuan dari konstutiante harus 2/3. Bung Karno menerbitkan Dekrit 5 Juli 1959 dengan penjelasan bahwa Pancasila Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945,” ungkapnya.
Dan merupakan satu rangkaian dengan konsitutiante di dekrit itu. “Itu bisa diterima oleh DPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu) dengan aklamasi. Artinya yang paling legetimite. Keyakinan Bung Karno Pancasila menjiwai UUD 1945 ini bisa diterima oleh semua bangsa,” pungkasnya.