Dampak Corona, Usaha Penjualan Lilin Tradisional di Larantuka Merugi

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Biasanya satu kelurahan terang Rina, ada 4 orang yang bertugas menyediakan lilin tersebut sehingga dari 6 kelurahan ada 24 orang yang bertugas di tahun berikutnya sehingga mereka sejak setahun sebelumnya sudah memesan lilin tersebut untuk dipergunakan saat Paskah tahun berikutnya.

Selain dari warga yang bertugas menanggung lilin (Mardomu) kata dia, ada juga para peziarah yang mengikuti prosesi juga wajib membawa lilin sehingga pihaknya juga menyediakan lilin berukuran besar untuk dijual kepada para peziarah.

“Kalau lilin untuk dipasang di pagar (Turo) satu batangnya Rp10 ribu sementara untuk lilin yang berukuran besar untuk para peziarah harganya Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per batangnya. Saya kehilangan pemasukan sekitar Rp10 juta,” ungkapnya.

Rina mengaku,untuk membuat lilin secara tradisional pihaknya mengumpulkan sisa-sisa lilin atau lilin yang sudah mencair yang setiap harinya dinyalakan di kuburan umum di Kota Larantuka hingga jumlahnya mencukupi baru diolah.

Para pembuat lilin tradisional kata dia, membeli sumbu di toko lalu digunting sesuai ukuran panjang lilin yang akan dibuat. Cairan lilin bekas dipanaskan di wajan hingga mencair lalu dituangkan ke sumbu yang digantung berulang kali hingga berbentuk lilin sesuai ukuran yang dikehendaki.

“Bahan baku juga terbatas karena tahun ini tidak ada prosesi dan perayaan Paskah. Stok lilin tahun ini terpaksa kami simpan untuk dijual lagi di tahun depan,” ungkapnya.

Emanuel Diaz warga Kota Larantuka mengaku, batalnya prosesi Jumat Agung juga kemungkinan besar akan diikuti oleh batalnya prosesi Corpus Christi yang biasanya dilaksanakan bulan Juni dengan perarakan keliling Kota Larantuka melintasi jalur prosesi yang sama dengan prosesi Jumat Agung.

Lihat juga...