KPU Beri Gambaran Tahapan Pilkada di Masa Pandemi
“Beda kalau dia per TPS, dia harus berkunjung ke satu RT, kemudian dia ke RT lain. Dengan demikian lebih detil, apabila RT/RW tersebut akan dijadikan petugas KPPS. Sehingga kalau nanti ada masalah, RT/RW lah yang bertanggung jawab. Karena dia sudah melakukan pemutakhiran data pemilih. Desain ini yang coba dibangun KPU RI dalam PKPU,” ujar Viryan.
Secara bersamaan, bila para pihak terkait setuju dengan desain yang dirancang KPU tersebut, para pihak terkait dapat memangkas anggaran dengan melakukan kampanye secara manual menjadi pendekatan daring.
“Meskipun dalam UU diatur kampanye secara manual bisa kita pangkas, digeser jadi pendekatan daring, ini sangat signifikan mengurangi anggaran kita,” ujar dia.
Mau tidak mau, dengan asumsi data pada Pemilu serentak 2019 kemarin, dengan datanya sudah 95 persen, coklit dengan RT/RW semestinya bisa terlaksana dengan baik.
“Harapannya, 90 persen. Jadi kurang lebih selisihnya itu 3 sampai 4 juta. Ini kami memintakan kepada teman-teman sejak awal, kuasai data sehingga kita bisa hanya menambah kurang lebih 3-5 juta se-Indonesia besaran datanya,” ujar Viryan.
Kemudian selain kegiatan coklit berbasis RT/RW, sejak pemilu 2019 lalu, KPU juga sudah menyiapkan sistem coklit online. Sehingga masyarakat yang terbiasa dengan kehidupan digital bisa juga memberikan input data pemilih kepada KPU secara daring.
“Rencananya sudah dirancang sejak awal tahun. Sebelum ada COVID-19 ini. Ketika kegiatan coklit dimulai, hari pertama, KPU RI juga meluncurkan website tertentu, kalau kita ingat Pemilu 2019 itu ada lindungihakpilihmu.kpu.go.id,” ujar Viryan.
Selain itu, Viryan mengatakan pemenuhan hak sipil untuk mencalonkan diri di masa pandemi saat ini juga menjadi perhatian KPU. Agar formula penyelenggaraan pemilihan yang ada tetap menjamin kualitas penyelenggaraan yang baik untuk pemenuhan hak pilih warga negara.