YOGYAKARTA – Program budi daya ikan lele “cendol” di Kota Yogyakarta yang dimulai akhir 2018 dan kini sudah tersebar di seluruh kelurahan, tidak semuanya berjalan lancar karena berbagai kendala, salah satunya ketersediaan benih.
“Kami sifatnya memberikan pendampingan karena dana untuk pelatihan berasal dari kelurahan. Ada yang berjalan baik, tetapi ada pula yang harus ditingkatkan lagi,” kata Kepala Seksi Bimbingan Usaha Budi Daya Kehewanan dan Perikanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Dewi Rina Sari di Yogyakarta, Senin (9/3/2020).
Budi daya ikan lele “cendol” menggunakan tempat yang lebih sempit dan terlihat dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga tampak seperti penganan cendol.
Menurut Dewi, benih lele menjadi salah satu kendala karena biasanya berasal dari luar daerah, meskipun sudah ada wilayah yang mampu mengelola benih lele dengan cukup baik.
“Karena berasal dari luar daerah, maka saat benih lele tersebut mati waktu dibudidayakan, biasanya program pun berhenti. Tidak dilanjutkan lagi,” katanya, yang kemudian menekankan pentingnya komitmen warga.
Warga, lanjut dia, biasanya meminta bantuan benih lele dari Dinas Pertanian dan Pangan. “Namun, kami tidak bisa memberikan bantuan benih, karena anggarannya tidak ada,” katanya.
Meskipun demikian, Dewi menyebut, ada beberapa wilayah yang bisa mengembangkan program lele cendol dengan cukup baik, di antaranya Kecamatan Pakualaman, Gedongkiwo, dan Mantrijeron.
Selain memberikan pendampingan untuk proses budi daya lele, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta juga memberikan pendampingan untuk pengolahan ikan menjadi makanan, sehingga memberikan nilai tambah, termasuk pengelolaan limbah agar tidak mencemari lingkungan.