Indonesia di Desak Ikuti Perjanjian Laut Internasional
MAKASSAR – Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah ikut ambil bagian dalam perjanjian laut internasional. Desakan disampaikan, mengingat masih ditemukannya kasus-kasus pencemaran laut, sampah plastik, perusakan biota laut, bahkan penangkapan ikan ilegal.
“Pemerintah Indonesia harus ambil bagian dalam mewujudkan perjanjian laut internasional 2020, sebagai bentuk keseriusan menyelamatkan serta melindungi laut Indonesia,” ujar Juru kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, Minggu (9/2/2020).
Menurutnya, Indonesia adalah negara maritim yang dikelilingi lautan. Ironisnya, cukup banyak penemuan satwa laut yang terdampar di pantai. Baik itu akibat pencemaran minyak mentah, ataupun mengonsumsi sampah plastik.
Bahkan, aktivitas penangkapan ikan-pun, masih marak dan mengabaikan praktik keberlanjutan. Aktivintasnya masih merusak ekosistem di bawah laut, yang membuat habitat ikan semakin terancam.
Tidak hanya itu, enam dari tujuh spesies penyu saat ini menghadapi kepunahan. Jutaan hiu terbunuh oleh industri penangkapan ikan setiap tahun. “Kita seringkali menemukan perut paus yang terdampar dipenuhi sampah plastik. Lautan kita saat ini menghadapi ancaman yang besar,” ungkap Afdillah.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin mengatakan, saat ini kondisi Spermonde (gugusan 120 pulau di lepas pantai barat daya Sulawesi) mengalami degradasi yang cukup parah. Sehingga perlu perhatian semua pihak utamanya pemerintah.
“Kami ikut mendorong pemerintah ikut ambil bagian perjanjian laut internasional, sebab ini momentum yang sangat tepat menyelamatkan laut kita dari kerusakan yang lebih parah,” tuturnya.