Warga Lereng Gunung Kelud Unjuk Rasa Soal Mafia Hutan

KEDIRI – Ratusan warga yang tinggal kaki Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut), tepatnya Desa Asmorobangun, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, melakukan demonstrasi ke Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri, memrotes soal dugaan mafia hutan dengan praktik menyewakan lahan hutan.

“Kami desak agar Perhutani menghentikan pungutan liar yang nominalnya bisa hingga miliaran,” kata koordinator aksi, Triyanto, saat ditemui di sela aksi, depan Perum Perhutani KPH Kediri, Rabu (8/1/2020).

Menurut dia, modus operandi para mafia hutan tersebut sudah bisa dikategorikan terindikasi tindak pidana korupsi. Oknum tersebut melakukan pungutan liar dan praktik sewa menyewa lahan hutan. Bahkan, hal itu sudah berjalan puluhan tahun, dengan jumlah uang yang diperkirakan sangat fantastis.

Diduga, praktik itu terjadi di kawasan hutan lereng Gunung Kelud, seperti di Desa Manggis, Wonorejo, Satak dan Asmorobangun, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri. Ada sekitar 2.500 hektare lahan.

Pihaknya juga menduga, lahan hutan tersebut telah disewakan oleh oknum Perum Perhutani dengan kisaran sewa Rp3 juta hingga Rp15 juta per hektare per dua tahun (di bawah tegakan tanaman), dan Rp25 juta hingga Rp35 juta per hektare per dua tahun (lahan setelah tebang).

Pihaknya juga mempertanyakan larinya uang pungutan tersebut yang dari petani. Diduga, nominalnya hingga miliaran rupiah setiap tahun. Padahal, tanah tersebut merupakan tanah negara yang seharusnya tidak boleh disewa-sewakan secara sepihak.

Ia menduga, ada indikasi penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Diindikasikan adanya penyelewengan, karena telah melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi.

Lihat juga...