Pembangunan Inklusif Butuh Perubahan Struktural
Editor: Koko Triarko
“Kami terus mendorong fasilitas yang ramah difabel. Karena sebenarnya semua orang punya kesempatan, toh mereka tidak menginginkan kondisi itu, sehingga kita harus membuat mereka mampu untuk mandiri, berdaya dengan cara menyediakan infrastruktur yang mendukung,” terangnya.
Menurutnya, kampus-kampus sudah menjadi contoh penyedia-penyedia infrastruktur yang ramah difabel. Selain kampus, pemerintah juga harus bisa menjadi contoh bagi kehidupan di masyarakat dengan tidak melakukan diskriminasi, dan mendukung kehidupan mereka untuk bisa berdaya.
Lebih lanjut disampaikan Sonny, pada hakikatnya pembangunan yang inklusif membutuhkan prasyarat. Pertama, adalah perubahan struktural dari struktur ekonomi yang eksklusif menuju pada struktur sosial yang lebih akomodatif.
Kedua, adalah perubahan pada aspek kultural dengan mengembangkan nilai-nilai yang lebih berempati kepada kepentingan kelompok marginal.
“Memiliki empati itu tidak mudah, tetapi yang kita bangun lebih dulu sebagai sebuah rasa tentu empati, sehingga menjadi dasar bagaimana kita mengambil keputusan,” ujarnya.
Selanjutnya, ketiga, adalah menciptakan proses sosial yang dinamis untuk memungkinkan terjadinya perubahan struktural maupun kultural, sesuai tuntutan kebutuhan.
Wali Kota Malang, Sutiaji, menyampaikan, sesuai dengan visi kota Malang menuju Malang bermartabat, maka pemerintah harus hadir dengan kacamata yang jernih.
“Sebagai contoh, anak-anak punk yang di kolong jembatan juga punya sisi kebaikan dan jangan memandang mereka jelek. Kita yang berjubah masih punya iri, dengki, dan menghasut dengan mengatakan mereka jelek. Pemerintah harus melihat kenapa mereka bisa sampai seperti itu, agar SDM maju dan tidak ada diskualitas kebijakan,” ujarnya.