LPS Perkuat Mekanisme Penanganan Bank Gagal

Menurut Fauzi, salah satu indikator kesiapan LPS ditunjukkan dengan nilai aset LPS yang mencapai Rp111,15 triliun per Juni 2019. Aset tersebut berasal dari investasi sebesar Rp103,31 triliun.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan untuk meningkatkan kesiapan mengantisipasi krisis, pihaknya juga sedang menunggu penyelesaian rancangan Peraturan Pemerintah mengenai premi Program Restrukturisasi Perbankan.

Saat ini, LPS, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo untuk Rancangan PP tersebut.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat PP-nya selesai. Sekarang (naskah PP) di tingkat Presiden. Namun pelaksanaan PRP itu tidak segera, karena setelah ditandatangani oleh Presiden, pengenaan PRP baru tiga tahun mendatang,” ujar Halim.

Premi tambahan untuk PRP merupakan wewenang yang diberikan kepada LPS sesuai amanat dalam Undang-Undang PPKSK Nomor 9 Tahun 2016. Dalam UU tersebut, LPS diperbolehkan mengenakan premi PRP kepada industri perbankan sebagai dana talangan untuk menyelamatkan industri perbankan jika terjadi krisis.

Dalam rancangan PP yang sudah diserahkan ke Istana itu, Kementerian Keuangan melalui konsultasi dengan LPS menetapkan premi besaran premi antara 0 persen hingga yang maksimal adalah 0,007 persen dari total aset bank.

Bank yang wajib membayar premi PRP itu hanya bank dengan nilai aset di atas Rp1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp1 triliun dikenakan tarif nol persen alias gratis

Premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) itu diharapkan dapat terkumpul hingga sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto yang terbentuk di 2017. Premi PRP tersebut rencananya akan dikenakan untuk jangka waktu pembayaran hingga 30 tahun. (Ant)

Lihat juga...