BALI — Sumber-sumber ketidakpastian ekonomi global semakin beragam saat ini dan risiko gangguan stabilitas terhadap sistem keuangan domestik terutama yang dapat menimbulkan efek rambatan terhadap industri perbankan harus terus diwaspadai, kata Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan, mengatakan, Indonesia cukup berpengalaman menghadapi krisis karena sudah pernah mengalami krisis pada 1965, krisis 1997-1998, dan selamat dari krisis global 2008.
Namun, kata Fauzi, Indonesia juga perlu bertukar informasi dengan otoritas keuangan negara lain seperti Bank Sentral Portugal ataupun Bank Sentral Italia yang berpengalaman luas dalam resolusi bank dan memiliki mekanisme yang belum pernah dilakukan Indonesia seperti halnya pendirian bank perantara (bridge bank) ataupun pembelian bank bermasalah (purchase and assumption/PnA)
“Kami menghadapi ini dengan menambah kapasitas sumber daya manusia dan mengoptimalkan peran aktif LPS dalam penanganan bank dan menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Fauzi di sela seminar internasional bertajuk Facing Softening Global Economy : The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8)
Saat ini sumber ketidakpastian global kian bertambah dengan indikator dari Bank Sentral AS The Fed New York yang menunjukkan probabilitas terjadinya resesi dalam 12 bulan ke depan mencapai 32,9 persen pada Juni 2019.
Selain itu sumber ketidakpastian juga timbul antara lain dari perlambatan ekonomi Tiongkok, perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, dan potensi Hard Brexit.
Fauzi mengatakan LPS terus mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu peran sebagai lembaga resolusi bank gagal dalam keadaan krisis ekonomi harus dijalankan. Hal itu sesuai amanat dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) Nomor 9 Tahun 2016.