Garam Tradisional Petani Flotim Tetap Diminati

Editor: Koko Triarko

LARANTUKA – Membanjirnya garam produksi pabrikan yang dijual hingga ke desa-desa, tidak membuat petani garam tradisional berhenti berproduksi. Garam tradisional di Flores Timur masih tetap diminati konsumen.

“Produksi garam kami tetap dimintai pembeli di pasar tradisional. Satu rantang (wadah plastik) dijual Rp5.000. Banyak juga yang beli untuk mengawetkan ikan,” sebut Maria Fatima Kean, pamasak garam tradisional, Selasa (20/8/2019).

Dikatakan Fatima. sapaannya, penjualan paling banyak terjadi saat hari Rabu saat ada pasar Oka. Paling banyak laku hingga Rp100.000, karena banyak pembeli yang datang ke pasar mingguan ini.

“Kalau jual di pasar Inpres Larantuka, dalam sehari paling hanya laku terjual Rp50.000 . Paling kami cuma dapat untung Rp30.000. Tapi, kami tetap memasak dan menjual garam,” terangnya.

Maria Barek Maran, pemasak garam tradisional di Desa Mokantarak, Kecamatan Larantuka, Flores Timur, NTT. -Foto: Ebed de Rosary

Fatima menjelaskan, kelompoknya Ina Mokantarak terdiri 21 perempuan pemasak garam. Hampir setiap hari, sejak pukul 11 WITA hingga 17.00 WITA, melakukan aktivitas memasak garam di pantai Oka, dekat tempat pemandian air panas.

“Kami setiap hari memasak garam secara tradisional menggunakan kayu bakar. Garam kami ambil dari air laut yang ada di pantai, dan dimasak di drum di pantai tersebut,” ungkapnya.

Dalam sehari, jelas Fatima, setiap anggota kelompok hanya sekali saja memasak garam. Untuk kayu bakar, pihaknya memilih di hutan atau kebun milik mereka. Sekali memasak butuh waktu hingga 4 jam.

Lihat juga...