Ekonomi Stagnan, Jember Butuh Koneksi Luas
Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JEMBER – Selama empat tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Jember dinilai lemah dalam implementasi anggaran. Hal ini terlihat jelas dengan besarnya silpa dari tahun ke tahun.
Pengamat Keuangan Publik Universitas Jember, Hermanto Rohman, menilai, manajemen penganggaran di Kabupaten Jember sebenarnya sudah cukup baik.
“Namun sayangnya tidak diimbangi dengan manajemen birokrasi yang memadai, sehingga implementasi anggaran yang sudah direncanakan terkesan lamban,” kata Hermanto dalam Dialog Publik dengan tema “Membangun Jember, Perlu Politik Anggaran Yang Tepat” yang diselenggarakan oleh Universitas Jember bersama PWI Jember di Gedung Kauje, Selasa (13/8/2019).
Lebih lanjut Hermanto menjelaskan, efektivitas penyerapan anggaran tidak bisa lepas dari manajemen birokrasi. Banyaknya Kepala OPD berstatus PLT, membuat implementasi anggaran menjadi sulit.
“Belum lagi banyak terjadi rangkap jabatan, yang tentu menyebabkan beban kerja overload,” ujarnya.
Kondisi ini lanjut Hermanto, diperparah dengan pola manajerial bupati yang belum memberikan kewenangan sepenuhnya kepada OPD, selaku eksekutor anggaran di lapangan.
“Jika terjadi distrust pimpinan terhadap anak buahnya, bisa dipastikan manajemen birokrasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Jember, Ayub Junaedi. Menurut Ayub, mekanisme perencanaan dan pengesahan anggaran di semua kabupaten kota sama, karena sudah diatur detil dalam undang-undang.
“Tetapi sebagus apa pun postur anggaran dibuat, menjadi sia-sia jika tidak dilaksanakan,” ujar Ayub.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Dapil Jember Lumajang, Mohammad Fawaid, menilai, salah satu penyebab Jember tertinggal dibanding kabupaten lain di Tapal Kuda, karena tidak ada koneksivitas dengan kota-kota lain yang merupakan pusat ekonomi Jawa Timur.