Hak-Hak Anak “Down Syndrome” Belum Terpenuhi
Editor: Mahadeva
Karena tiadanya pengetahuan soal pengasuhan dan pemenuhan hak-hak anak disabilitas. Faktor inilah yang menyebabkan anak-anak down syndrome sampai dewasa tidak memiliki kemandirian, mulai dari merawat diri (mandi, makan, ganti baju dan lain sebagainya) sampai menjalankan fungsi sosialnya.
Kemudian persoalan kemiskinan. Anak down syndrome membutuhkan sarana dan prasana untuk proses tumbuh kembang dan pemenuhan hak. Di pedesaan, kehadiran anak down syndrome oleh sebagian besar masyarakat kerap kali dianggap sebagai aib, kutukan. Hal itu sering diikuti dengan kebijakan pemasungan terhadap anak tersebut.
Anak-anak down syndrome sering mengalami bulliyng di sekolah dan lingkungan. Dampaknya, mereka sering menarik diri dari teman-teman dan sekolah. Anak down syndrom rentan menjadi korban kekerasan seksual. Keterbatasan mental menyebabkan mereka tidak mampu mengenali reproduksinya. Hasil “Tindak pidana kekerasan seksual kepada anak down syndrom banyak dilakukan oleh orang-orang dekat. Baik kedekatan dengan korban dari keluarga maupun tetangga,” ujarnya.
Kasus tindak pidana kekerasan seksual kepada anak down syndrom di Pringsewu, Lampung pada Februari 2019, dilakukan oleh saudara kandung dan ayahnya. Kasus kekerasan seksual menimpa anak down syndrome di Pontianak pada Juni 2019, dilakukan oleh ASN. Pada April 2019 kasus di Desa Ngrejo Kecamatan Tanggunggunung Tulungagung, anak down syndrome menjadi korban kekerasan seksual sampai melahirkan. Masih ada kejadian lain seperti di Lamandai Kalimantan Tengah, dan daerah lain yang tidak terpublikasi media massa.
Atas dasar realitas sosial tersebut KPAI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU No.8/2016. PP untuk upaya pemenuhan hak antara lain, PP tentang perlindungan, rehabilitasi, tenaga kerja, pendidikan, jaminan aman atas kekerasan bagi penyandang disabilitas.