BMKG Jelaskan Kualitas Udara Jakarta

Editor: Koko Triarko

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal –Foto: Ranny Supusepa

JAKARTA – Menyikapi kondisi kualitas udara Jakarta, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta keterlibatan semua pihak untuk membuat udara Jakarta menjadi lebih baik, dan tidak hanya menyalahkan pemerintah.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, menjelaskan, udara Jakarta dinyatakan berkategori tidak sehat, berdasarkan hasil aplikasi pemantau kualitas udara global ‘AirVisual’. Pemantauan dilakukan di delapan titik pengukuran konsentrasi PM2.5, yang meliputi tiga lokasi yang berasal dari pengukuran instrumen terstandar internasional milik lembaga pemerintah.

“Satu berlokasi di BMKG Kemayoran dan dua di Kedutaan Amerika Serikat. Sedang lainnya menggunakan instrumen low cost sensor milik Greenpeace dan perseorangan,” kata Herizal, Jumat (11/7/2019).

Herizal menjelaskan, bahwa pengukuran menggunakan low cost sensor berbeda dengan pengukuran instrumen standar dan terkalibrasi.

“Pengukuran menggunakan instrumen yang tidak terstandar dan tidak terkalibrasi umumnya menghasilkan tingkat akurasi yang lebih rendah, disebabkan metode pengukuran yang lebih sederhana,” katanya.

Akibatnya, konsentrasi partikulat hasil pengukuran cenderung menyimpang jauh dari pengukuran instrumen standar yang dimiliki umumnya oleh Lembaga Pemerintah.

Sepanjang Juni hingga awal Juli, data konsentrasi PM10 dan PM2.5 di BMKG mengindikasikan peningkatan konsentrasi partikel polutan, terutama pada 20 hari terakhir.

“Nilai konsentrasi tertinggi dapat mencapai 190 ug/m3 pada jam-jam tertentu. Untuk Jakarta, konsentrasi partikel polutan memiliki variasi harian, pada jam-jam tertentu mencapai nilai konsentrasi tinggi, yaitu pagi hari pada saat jam sibuk, beban transportasi, dan konsentrasi rendah pada jam-jam yang lain,” papar Herizal.

Lihat juga...