Ekonom Proyeksikan Defisit Anggaran Capai 2,21 Persen
Proyeksi batas atas itu terjadi karena target pertumbuhan pada 2020 sebesar 5,3 persen-5,6 persen, memerlukan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif.
Selain itu, pemerintahan terpilih diperkirakan akan memberikan potongan pajak dan berbagai insentif fiskal lainnya, untuk mengundang masuknya arus modal atau investasi pada 2020.
Salah satu potongan pajak yang berpotensi diberikan sebagai insentif adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Menurut dia, penurunan tarif PPh Pasal 25 dari 25 persen ke 20 persen, berpotensi memperlebar defisit anggaran Rp71,45 triliun per tahun.
“Terdapat juga berbagai keringanan pajak yang sedang disiapkan, termasuk untuk sektor infrastruktur, properti maupun industri penerbangan,” ujar Satria.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengupayakan target defisit anggaran pada akhir 2019 bisa terjaga sesuai asumsi APBN sebesar Rp296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB.
Dalam lingkungan yang dinamis seperti ini, menurut dia, pengelolaan defisit anggaran harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan transparan, agar kredibilitas APBN tetap terjaga.
Pengelolaan ini penting, supaya realisasi pembiayaan tidak makin melebar tinggi dan APBN bisa menjadi stimulus untuk menggairahkan kembali kinerja perekonomian.
“Kalau ekonomi melemah, defisit pasti terpengaruh. Namun defisit bukan harga mati, tapi dinamis, karena APBN merupakan instrumen kebijakan, bukan tujuan,” ujarnya. (Ant)