JAKARTA — Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai produksi karet nasional masih perlu digenjot karena potensi ekspor komoditas tersebut cukup besar.
Peneliti CIPS, Arief Nugraha, mengingatkan berdasarkan data organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO), pada tahun 2017 Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua dunia setelah Thailand.
“Sayangnya komoditas karet Indonesia memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan yang pertama adalah produktivitas,” papar Arief Nugraha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Data FAO 2017 menunjukkan, Thailand sebagai penghasil karet terbesar dunia memiliki produksi karet sebesar 4.600.000 ton dan diikuti oleh Indonesia yang berada di peringkat kedua dengan produksi sebesar 3.629.544 ton.
Sementara itu Vietnam berada di urutan ketiga dengan 1.094.519 ton. Di antara ketiga negara ini, Indonesia memiliki lahan karet yang paling luas.
Arief menjelaskan, berdasarkan luas lahan tahun 2017, Indonesia berada di peringkat pertama dengan luas area sebesar 3.659.129 ha. Sementara Thailand berada di peringkat kedua dengan luas sebesar 3.146.330 ha dan peringkat ketiga ada Malaysia dengan luas lahan 1.081.889 ha.
Sedangkan untuk luas lahan, Vietnam berada di peringkat 7 dunia dengan luas lahan 653.213 ha.
“Melihat perbandingan luas lahan ini, produktivitas karet Indonesia masih bisa ditingkatkan karena Indonesia yang memiliki lahan paling luas dunia. Dengan lahan seluas itu, setidaknya produktivitas karet Indonesia dapat menyamai Thailand,” ungkap Arief.
Menurut dia, salah satu hal yang memengaruhi produktivitas karet Indonesia adalah umur pohon karet di Indonesia yang tergolong sudah tua.