Umat Katolik di Bakauheni Mulai Masa Prapaskah

Editor: Koko Triarko

Penggunaan simbol abu dalam Gereja Katolik pada perayaan Rabu Abu, lanjut Pastor Wolfram Safari, menjadi simbol kerendahan hati di hadapan Tuhan dan manusia.

Ia menambahkan, manusia memiliki pribadi, hati serta segala sifat yang akhirnya akan kembali menjadi abu, sehingga manusia harus menyadari akan kelemahan tersebut.

Gereja Katolik, sebutnya, menyediakan fasilitas selama masa Prapaskah untuk berubah dalam pertobatan setiap pribadi dengan Tuhan.

Fasilitas yang diberikan, di antaranya melalui sejumlah laku tobat yang bisa diwujudkan dengan sikap dan perbuatan.

Beberapa perwujudan pertobatan tersebut, di antaranya berupa puasa dan pantang untuk mengubah sifat kepribadian dan karakter. Jika puasa dan pantang tidak disiplin, maka kepribadian tidak bisa berubah, bahkan pertobatan hanya bisa dilakukan dengan pantang dan puasa.

Pantang dan puasa dalam Gereja Katolik kerap ditentukan oleh setiap keuskupan, dengan menentukan sejumlah aktivitas, makanan, kebiasaan yang dikurangi atau dihilangkan selama masa Prapaskah.

Selain puasa dan pantang, pada masa Prapaskah, Gereja Katolik menyediakan fasilitas Sakramen. Sakramen tersebut di antaranya diterima secara pribadi berupa sakramen baptis, komuni krisma, perkawinan, imamat, tobat, pengurapan orang sakit.

Salah satu sakramen yang dihayati pada masa Prapaskah, di antaranya melalui sakramen baptis, di mana manusia mendapat pribadi yang baru serta karakter baik dan perlu dihidupi, sampai akhir hayat dengan memperjuangkan sifat yang baik.

”Supaya saat hari raya Paskah bisa menjadi pribadi baru, maka selama masa puasa atau Pra-paskah manusia harus selalu menyadari akan kelemahan sekaligus memperbaiki diri,” beber Pastor Wolfram.

Lihat juga...