Peran Pak Harto di SO 1 Maret Luar Biasa Besar dan Tidak Bisa Diabaikan
Editor: Mahadeva
“Komunikasi yang dilakukan saat ini lebih banyak menggunakan kurir informasi. Wanita pedagang pasar atau pengumpul beras dimanfaatkan sebagai penyambung informasi. Termasuk anggota PMI. Mereka biasa bertukar informasi di warung-warung makan, terkait serangan-serangan di luar dan di dalam kota,” tambahnya.
Menurut penelitian yang dilakukan Julianto, penyampaian informasi melalui kurir dilakukan secara berantai. Di setiap titik wilayah, terdapat satu orang kurir informasi. Sehingga informasi disampaikan secara sambung menyambung, dari wilayah di dalam Kota Yogyakarta, hingga ke pos-pos persembunyian pejuang di luar pedesaan maupun sebaliknya.
“Jadi tiap empat kilometer atau berapa itu, ada kurir. Sehingga secara berantai informasi disampaikan. Sebenarnya saat itu alat komunikasi seperti radio sudah ada. Tapi memang sangat terbatas. Sehingga komunikasi melalui kurir informasi ini yang paling efektif dan paling sering digunakan,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, peristiwa Serangan Umum 1 Maret lekat dengan tiga sosok penting, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Panglima Besar Jendral Soedirman, dan Letkol Soeharto. Dari tiga tokoh tersebut, satu-satunya yang berada di medan pertempuran saat peristiwa Serangan Umum 1 Maret terjadi hanyalah Letkol Soeharto.
Sri Sultan HB IX yang merupakan Raja Kraton Yogyakarta, yang saat itu sedang ditetapkan sebagai tahanan rumah oleh Belanda. HB IX dilarang keluar dari lingkungan Kraton Yogyakarta. Sementara Panglima Jendral Soedirman, sedang sakit dan terus diburu pihak Belanda. Beliau berada di pos persembunyian di luar Kota Yogyakarta untuk memimpin perang gerilya.