Perajin Batu Batu di Lamsel Keluhkan Tingginya Curah Hujan
Editor: Koko Triarko
Ponimin juga mengungkapkan, saat musim penghujan, kegiatan pembangunan juga berkurang. Imbasnya, permintaan akan batu bata menurun ,sehingga sebagian batu bata yang sudah kering disimpan sebelum dibakar.
Batu bata yang disimpan dalam waktu lama akan dibakar saat ada pemesanan. Penyimpanan batu bata di brak sekaligus menjadi tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual.
Musim hujan berimbas terhambatnya produksi batu bata juga dialami oleh Ngadimun (69), warga Desa Sukamulya. Ia menyebut, akibat curah hujan tinggi, usaha kecil pembuatan batu bata terhambat.
Menurutnya, pembuatan batu bata di wilayah tersebut, masih tergantung bahan baku tanah dari wilayah lain. Tanah bahan batu jenis tanah putih dibeli dari wilayah Kecamatan Way Panji dan kecamatan lain. Akibatnya, biaya produksi pembuatan batu bata cukup tinggi, termasuk bahan untuk pembakaran dari kayu.
Ngadimun menyebut, bahan baku tanah untuk pembuatan batu bata dibeli Rp250.000 untuk ukuran satu dum truk. Setelah tanah dibeli, selanjutnya proses penghalusan tanah dilakukan dengan menggunakan mesin khusus.
Alat penghalus tanah tersebut disewa Rp40.000, belum termasuk bahan bakar dan tenaga kerja yang dikalkulasikan menghabiskan biaya Rp200.000.
Selain menyewa alat penghalus, perajin batu bata juga juga membeli kayu karet sebagai kayu bakar, ukuran L300, yang dibeli seharga Rp450.000.
“Hujan yang turun terus-menerus membuat produksi batu bata terhambat, sehingga kerap tidak bisa menutupi biaya produksi,” beber Ngadimun.
Produksi batu bata, sebut Ngadimun terus dilakukan oleh warga meski dalam kondisi musim hujan. Meski mengeluarkan biaya ekstra, Ngadimun mengaku harga jual batu bata masih stabil di angka Rp230.000.