Harga Rendah, Petani di Maumere Enggan Produksi Kopra

Editor: Koko Triarko

MAUMERE –  Harga kopra di kota Maumere dan perkebunan di Geliting, Nita, Waidoko dan lainnya, sejak tiga bulan ini terus mengalami penurunan. Bahkan, pembeli yang turun ke desa-desa menggunakan pick up membeli kopra dengan harga jauh di bawah normal.

“Tahun kemarin, harga kopra masih Rp8.000 per kilogram di kota Maumere. Tapi sejak awal Januari tahun ini, terus mengalami penurunan. Saat ini harganya berkisar antara Rp3.000 sampai Rp4.000 per kilogramnya,” kata Urbanus Usi, petani kakao dan kelapa di Desa Nebe, Kecamatan Talibura, Senin (4/3/2019).

Urbanus Usi, petani kelapa dan kakao di Desa Nebe, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka. -Foto: Ebed de Rosary

Dikatakan Usi, petani kelapa di kecamatan Talbura banyak yang tidak membuat kopra lagi. Kelapa yang tua hanya dikumpulkan saja di halaman rumah, sambil menunggu harga kopra meningkat.

“Apalagi, sekarang petani juga sibuk persiapan memanen jagung dan padi di kebun. Makanya, banyak yang tidak memanjat kelapa dahulu untuk dijadikan kopra dan dijual,” sebutnya.

Menurut Usi, Talibura sejak dahulu merupakan sentra produksi kelapa di kabupaten Sikka. Waktu zaman Presiden Soeharto masih ada Koperasi Unit Desa (KUD) di Desa Nebe, sehingga petani tidak kesulitan menjual harga komoditi pertanian dan perkebunan.

“Kalau dulu kami tidak kesulitan jual hasil komoditi perkebunan, seperti kakao dan kopra, karena ada kantor dan gudang KUD di sini. Harga jualnya pun stabil, sehingga petani banyak yang menanam kelapa dan kakao,” tuturnya.

Sekarang, katanya, dengan kondisi harga jual kakao yang anjlok membuat petani malas untuk membuat kopra. Proses pembuatannya rumit, harus memanjat kelapa, mengumpulkan, mencungkil dagingnya, lalu dipanggang atau dijemur hingga kering.

Lihat juga...