Artinya, dalam kelompok tani tersebut, juga harus ada koperasi yang berfungsi sebagai sarana pemberian dana bantuan tersebut.
“Kedua, mereka berkelompok kurang lebih sedemikian 100 hektare bersama-sama. Ketiga, ada koperasinya,” ujarnya.
Untuk itu, jika nanti persoalan pengajuan selesai, maka pihak BPDPPKS hanya menyalurkan bantuan kepada mereka yang memiliki lahan dengan jaminan hasil kualitas sawit yang cukup baik.
“Kelima, lahan para petani, potensial Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO), lebih bagus lagi kalau sudah sertifikat ISPO,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatra Barat, Candra, mengatakan, ada 60 ribu haktare lahan sawit yang tersebar di sejumlah daerah di Sumatra Barat, di antaranya Kabupaten Pasaman Barat, Dhamasraya, Pesisir Selatan, Agam, dan beberapa daerah lainnya.
“Pemerintah telah menyediakan dana hibah Rp25 juta untuk peremajaan sawit, untuk 60 ribu hektare lahan di Sumatra Barat. Tapi, baru 10.300 haktare lahan yang mengusulkan replanting,” katanya.
Ia berharap, masyarakat dapat memanfaatkan adanya alokasi dana hibah untuk peremajaan ini, karena jumlahnya cukup besar, yakni sekitar Rp4 triliun.
Dana hibah replanting perkebunan sawit tersebut diberikan bagi sawit yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, atau bagi sawit yang produksinya kurang dari 10 ton per hektare per tahun.
“Masyarakat pemilik kebun dapat mengusulkan kepada dinas perkebunan kabupaten dan kota, agar mendapatkan dana tersebut,” ujarnya.
Candra juga menyebutkan, lahan sawit di Sumatra Barat yang layak replanting sampai akhir 2018, mencapai 97 ribu hektare. Sementara jika melihat kuota dari pemerintah untuk Sumatra Barat, hanya 60 ribu hektare. Pelaksanaan program ini adalah tahap kedua setelah di Sumatra Barat dan Riau.