PLUTHO, Teknologi Karya Anak Bangsa
Editor: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Mengacu pada Renstra Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Rencana Induk Perindustrian Nasional (RIPIN) dan Rencana Induk Riset Nasional (RIFN) tentang pentingnya pengolahan mineral Logam Tanah Jarang (LTJ), Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan, membangun PLUTHO.
Peneliti PTBGN, Kurnia Setiawan, menjelaskan bahwa PLUTHO ini merupakan pilot planet pemisahan LTJ, Uranium dan Torium.
“Seperti kita tahu, saat ini LTJ merupakan mineral paling strategis yang mampu mengalahkan pesona sumber daya minyak bumi,” kata Kurnia, saat menunjukkan PLUTHO di Batan Pair Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Sebagai contoh, salah satu unsur LTJ yang digunakan dalam industri adalah neodymium yang mengandung permanen magnet. Pemanfaatan logam LTJ ini adalah untuk aplikasi terkait listrik. Misalnya, mobil listrik.
Sumber terbesar LTJ saat ini adalah hasil samping pertambangan timah, yaitu monasit dan senotim.

“Dulu PT Timah belum memanfaatkan mineral ikutan ini dengan maksimal. Saat itu, PT Timah menambang dengan kandungan timah 40 persen. Tapi saat ini PT Timah mulai melebar ke mineral lainnya. Sehingga penambangan dilakukan hingga kandungan timah di bawah 40 persen,” ujar Kurnia.
LTJ sendiri sebenarnya bisa juga didapatkan dari ion absorp clay atau lempung. Tapi kadar LTJ-nya kecil, hanya dalam puluhan atau ratusan ppm saja.
“Kandungan LTJ itu tergantung pada jenis batu juga. Kalau monasit, kandungan LTJ-nya mampu mencapai 60 persen, uranium 1.100 ppm. Ada torium dan phospat juga. Jadi sangat jauh persentasenya. 1 persen itu setara dengan 10.000 ppm,” kata Kurnia menjelaskan.