Sulap Koran Bekas Jadi Kerajinan Bernilai Ekonomi Tinggi
Editor: Satmoko Budi Santoso

Lembar berikutnya dipotong jadi 12 sebagai penghias atau ukiran. Setelah itu koran yang dipotong digulung menyerupai rotan. Dengan alat penggulungan dari kayu bercampur air lem fox. Gulungan koran itu kemudian Juniada bentuk menjadi bokor dan keben.
“Sebelum finishing bokoran harus dioles dengan lem fox. Kemudian dijemur. Setelah kering baru finishing. Sehari kami bisa bikin 2 sampai 3 bokoran. Rata-rata sebulan saya bisa membuat sebanyak bokor 60 biji, keben 30 biji,” katanya lagi.
Dalam usaha pasti ada kendala yang dihadapi. Seperti yang dirasakan oleh Juniada. Menurutnya, kendala utama yang dihadapi adalah makin sulitnya mencari koran bekas di pasaran. Harganya terus mengalami kenaikan.
Selain itu, faktor cuaca juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi hampir setiap hari. Karena daerah Kintamani sangat dingin untuk mengeringkan, sangat lama saat finishing. Saat ditanya terkait respon pemerintah setempat, ia mengaku, belum ada pembinaan atau monitoring khusus.
“Karena langka mungkin dipandang sebelah mata tentang kerajinan saya ini. Akan tetapi, saya bersyukur dengan keinginan untuk maju, saya bisa menekuni kerajinan ini. Kerajinan ini memang potensial. Hasil kerajinan koran bekas ini, tidak kalah bersaing dengan kerajinan lain. Begitu banyak orang yang memesan keben dan bokor dari koran bekas di Kabupaten Bangli,” tegasnya.
Mengenai pemasaran, Juniada mengaku, untuk sementara hanya dijual ke Pasar Klungkung dan Gianyar. Ada juga yang langsung membeli ke rumahnya. Namun, belakangan ini, ia sudah mulai menerima pesanan yang berasal dari luar Pulau Bali.