Skema Baru Pengadaan Beras Permudah Bulog Serap Beras
JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), menyatakan, rencana penerapan skema pengadaan beras yang baru, yang tidak mempertimbangkan harga acuan, merupakan langkah positif untuk memperbaiki kinerja industri beras.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, mengatakan, penerapan skema pengadaan beras yang baru dapat mempermudah Bulog dalam melakukan penyerapan beras di tingkat petani, karena dapat mematok harga yang sekiranya dapat memuaskan, baik pihak petani maupun Bulog.
Selain itu, penerapan HPP (Harga Pokok Penjualan), yang selama ini dinilai melindungi petani dari anjloknya harga, tidak serta merta meningkatkan kualitas dari gabah yang dihasilkan.
“Riset CIPS juga menemukan, bahwa selama 2007-2015, rata-rata harga GKP (Gabah Kering Panen) di pasaran mencapai 20,87 persen lebih tinggi dari harga yang dipatok oleh HPP,” katanya, di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Karena itu, ia menyatakan, hal tersebut dapat diambil penggambaran, bahwa sebenarnya HPP tidak terlalu berpengaruh dalam tata niaga perberasan nasional.
Ia juga menyoroti kebijakan lain, seperti Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dinilai menekan pedagang pasar dalam mematok penjualan harga beras untuk melindungi konsumen.
“Kalau pelaku usaha dipaksa untuk mengikuti harga HET dengan menekan margin, maka yang akan terjadi adalah tidak ada pelaku pasar yang akan menjual beras domestik. Hal ini akan berdampak pada berhenti berproduksinya petani gabah,” paparnya.
Sedangkan dampak selanjutnya, ujar Ilman, adalah bukan tidak mungkin penggilingan menengah juga akan berhenti berproduksi.
Permasalahan seperti itu, lanjutnya, yang dinilai ke depan berpotensi akan merusak perdagangan beras di Tanah Air.