Sendratari Hone Buang, Syukur Panen Masyarakat Lamaholot

Editor: Satmoko Budi Santoso

MAUMERE – Empat perempuan melenggak-lenggok memasuki panggung pertunjukan festival seni budaya se-daratan Flores dan Lembata seraya memegang baki yang terbuat dari anyaman.

Mengenakan baju adat dan kain tenun Lamaholot, para perempuan memperagakan gerakan membawa padi hasil panen dan meletakkannya di dalam sebuah tempat penyimpanan yang dinamakan Buang.

“Kami menggali legenda dan tradisi keseharian masyarakat Lamaholot dalam mengucap syukur usai panen dan mengaplikasikannya dalam sendratari Hone Buang,” ujar Florenstinus Lambertus Lawe Teluma, pimpinan Sanggar Onek Tou SMASK Darius Larantuka, ketika ditemui Cendana News, belum lama ini.

Florenstinus Lambertus Lawe Teluma pimpinan Sanggar Onek Tou SMASK Darius Larantuka (kanan) dan Monika Kire Diaz. Foto: Ebed de Rosary

Trisno, sapaannya, menjelaskan, sendratari tersebut sebetulnya merupakan bentuk syukur panen.

Dalam kebiasaan masyarakat Lamaholot hasil panen diletakkan di atas Buang yang dibuat khusus dengan ritual yang khusus pula.

“Kami tidak persiapkan lama. Saat itu ada pentas di sekolah kami bernama Purnama Sastra yang biasa dilakukan setiap tanggal 28. Naskah ini diangkat dari salah satu teater yang menampilkannya saat pentas di sekolah tersebut,” jelasnya.

Persiapkan yang dilakukan, kata Trisno, hanya sekitar 3 minggu. Dirinya selalu memberikan motivasi kepada anak-anak sekolah serta melakukan latihan setiap pagi dan sore.

“Cerita tarian ini hampir sama dengan cerita masyarakat Lamaholot lainnya mengenai dewi padi seperti Besi Pare dan Peni Masan Dai. Kami memodifikasi geraknya dan sedikit modifikasi di musik,” jelasnya.

Lihat juga...