MATARAM – Dinas Perdagangan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan retribusi pasar tahun ini terancam tidak mencapai target yang ditetapkan sebesar Rp4 miliar, karena dampak bencana gempa bumi.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, mengatakan, kemungkinan tidak tercapainya target retribusi tersebut karena selama sebulan lebih saat terjadi gempa bumi aktivitas 19 pasar tradisional di kota ini sepi.
“Kalau pun ada yang berjualan saat itu, pada satu pasar jumlahnya di bawah 10 persen,” katanya, kepada sejumlah wartawan, Rabu (7/11/2018).
Bahkan, selama status darurat bencana Dinas Perdagangan (Disdag) memberikan kebijakan tidak memungut retribusi kepada ribuan pedagang di 19 pasar tradisional.
Ia mengatakan, pascagempa bumi, selain pedagang yang berjualan di pasar di bawah 10 persen, jam operasionalnya pun berkurang. Biasanya dari pukul 06.00 WITA sampai pukul 15.00 WITA, saat itu hanya sampai pukul 11.00 WITA.
“Itu pun kalau tidak ada gempa susulan, kalau terjadi gempa susulan, pedagang bubar. Jadi kita tidak bisa memaksa pedagang berjualan,” katanya.
Pihaknya juga tidak bisa memaksakan pedagang untuk menyetor retribusi. Sebaliknya, pemerintah kota saat itu merasa beruntung, jika pedagang berani berjualan untuk menghabiskan stok barang mereka agar tidak rusak.
“Selain itu, dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat yang masih berada di pungungsian, sehingga pemerintah tidak ingin membebani pedagang dengan berbagai pungutan-pungutan,” katanya.
Terkait dengan alasan itulah, Alwan belum berani menyebutkan berapa realisasi retribusi pasar sampai hari ini, karena saat ini pihaknya sedang memacu untuk meningkatkan retribusi pasar dan potensi lainnya.
“Nanti kami hitung pas akhir tahun, semoga upaya yang kami lakukan bisa memenuhi atau paling tidak mendekati target yang ada,” katanya.
Seperti halnya pada 2017, tambahnya, realisasi retribusi pasar mencapai Rp3,9 miliar atau melampaui target yang ditetapkan. (Ant)