Indonesia Perlu Perkuat Politik Gagasan di Pilpres 2019
YOGYAKARTA — Rektor Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Fathul Wahid PhD, menyebut Indonesia perlu memperkuat politik gagasan berbasis big data memasuki tahun politik Pemilu Presiden 2019.
“Memasuki tahun politik Pilpres 2019 hanya menghadirkan dua kontestan dinilai rawan dengan politik aliran atau identitas. Oleh karena itu, kita memerlukan politik gagasan berbasis big data atau data raya,” katanya, di Yogyakarta, Minggu (14/10/2018).
Usai peluncuran Drone Emprit Academic (DEA), Fathul mengatakan saat ini sudah terlihat adanya polarisasi yang semakin menguat, baik di kalangan masyarakat maupun warganet di media sosial. Sayangnya, polarisasi itu dibangun di atas semangat politik kelompok atau identitas, katanya lagi.
Menurut dia, politik yang digunakan untuk kepentingan kelompok atau perjuangan identitas tidak akan menjanjikan perbaikan bagi masa depan Indonesia.
“Kelompok yang menang pilpres akan terus dimusuhi oleh kelompok yang kalah. Padahal, kemenangan pilpres seharusnya menjadi kemenangan bagi Indonesia. Politik gagasan menjadi penting dikedepankan sejak dini,” kata Fathul lagi.
Penggagas DEA, Ismail Fahmi mengatakan, warganet masuk dalam perangkap politik identitas karena tidak menggunakan data dengan baik dan maksimal. Pada media sosial, setiap warganet dapat saja terkait dan tersangkut oleh arus besar opini yang digulirkan.
“Opini tersebut sebenarnya belum tentu dimunculkan berdasarkan data. Dalam konteks ini, penggunaan data untuk membangun gagasan politik yang sehat menjadi jalan keluar,” kata dosen Magister Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) itu pula.