Pegiat Lingkungan Pesimis Mangrove di Balikpapan Bisa Bertahan

Editor: Koko Triarko

Perintis Lingkungan khusus Hutan Mangrove di Balikpapan, Agus Bei. –Foto: Ferry Cahyanti
BALIKPAPAN – Pesatnya pembangunan Kota Balikpapan dan pemukiman di sejumlah titik, mengkhawatirkan para penggiat lingkungan. Pasalnya, pemerhati sekaligus pegiat lingkungan Agus Bei pesimis, Balikpapan akan mampu mempertahankan konservasi mangrove.
Pegiat lingkungan yang pernah mendapat Kalpataru untuk kategori Perintis Lingkungan pada 2017 lalu ini pun, menerangkan keberadaan hutan mangrove yang lestari tidak hanya untuk kelangsungan ekologi, namun juga dapat menggerakan roda perekonomian dari sektor pariwisata.
“Saya melihat dengan pembangunan kota Balikpapan kian pesat dan banyak pengembang membangun kompleks perumahan dan apartemen, saya jadi pesimis konservasi mangrove dapat bertahan,” ungkapnya, Rabu, (19/8/2018).
Alasan tidak akan bertahannya itu, karena bila sang pemilik lahan ingin membangun pemukiman, pihaknya tak dapat berbuat. Karena lahan yang ditanami mangrove itu merupakan lahan warga.
“Sekarang begini, kalau masih milik masyarakat, pesimis bisa bertahan. Jika yang punya lahan mau membikin, membangun sesuatu, ya saya tidak bisa berbuat apa-apa,” celetuk Agus Bei, yang sudah menjaga hutan mangrove center di kawasan Kelurahan Graha Indah selama 17 tahun.
Agus Bei menceritakan, awal pertama menanam hutan mangrove, dan bahkan pernah dikira gila karena menanam mangrove. “Bersama warga dengan luas sekitar 150 hektare hutan mangrove kini bisa tumbuh dengan rindang dan menjadi kawasan mangrove center yang telah diresmikan Pemerintah Kota Balikpapan,” paparnya.
Menurutnya, saat pertama kali merinstis, lahannya hanya ada 40 hektare dan kini telah menjadi 150 hektare. Dari jumlah itu, 60 persen sudah rusak, kemudian perlahan pihaknya terus melakukan perbaikan dengan menanam kembali tanaman mangrove.
“Jenis mangrove yang ditanam Rhizopora Apiculata dan Rhizopora Mucronata. Sebenarnya jenis mangrove itu banyak sekali. Tapi, jenis yang saya sebut tadi itu pionirnya. Kalau itu tumbuh, maka mangrove yang lain tumbuh juga secara alamiah,” sebut Agus Bei.
Dikatakan Agus Bei, lahan 150 hektare yang kini menjadi hutan mangrove itu merupakan milik masyarakat. Dirinya pun pernah menyampaikan persoalan ini ke Pemkot Balikpapan.
“Soal kepemilikan lahan hutan mangrove ini sudah kami utarakan ke Lurah, Camat Balikpapan Utara, Wali Kota dan DPRD, juga. Ya, tinggal mereka saja berpikir, apakah Balikpapan mau tetap aman,” tandasnya.
Dia menambahkan, bila pemerintah merasa mangrove adalah miliknya, maka bersama-sama dijaga. “Kalau merasa punya orang, ya bagaimana cara pemerintah agar bisa memilikinya. Saya nggak bisa memaksa,” imbuh Agus Bei.
Kini, kawasan hutan mangrove center telah menjadi kawasan wisata yang sering dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Bahkan, pergerakan ekonomi di kawasan sekitar pun telah berjalan.
“Dalam sebulan saja, rata-rata wisatawan yang berkunjung 200 orang, dan 25 persen merupakan turis asing seperti bule Australia, Perancis, Jerman dan Inggris. Karena di dalam hutan mangrove ini ada primata berhidung mancung yang bisa dilihat di antara hutan mangrove,” tutupnya.
Lihat juga...