Wash Advisor SNV, Bambang Pujiatmoko saat menyampaikan materi workshop di Padang/Foto: M. Noli Hendra
PADANG – Berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)-Smart, Provinsi Sumatera Barat, tercatat 22,27 persen atau 1.198.588 orang, masih buang air besar (BAB) sembarangan.
Data tersebut terungkap dalam workshop orientasi media yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) dan Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI), di Padang, Rabu (15/8/2018).
“Masih adanya masyarakat yang BABS ini, karena masih minimnya kesadaran perilaku masyarakat untuk hidup sehat, dan belum menjadikannya sebagai kebutuhan yang dinilai memiliki peran sangat penting,” ujar Wash Advisor SNV, Bambang Pujiatmoko, dalam penyampaian materinya.
Menurutnya, perilaku masyarakat melakukan BABS itu dapat dilakukan di mana saja, seperti kolam, saluran irigasi, sungai, bahkan di pekarangan setempat.
“Karena masyarakat masih melakukan buang air besar sembarangan di mana saja, maka berdampak kepada kesehatannya. Tidak hanya merugikan dirinya, namun juga orang lain. Maka, perilaku ini harus diubah,” jelasnya.
Dikatakannya, alasan masyarakat yang masih melakukan BABS itu, karena mahalnya biaya pembuatan sarana sanitasi atau jamban sehat. “Mereka masih beranggapan, menyediakan jamban sehat itu sangat mahal, sehingga tetap berperilaku kurang sehat tersebut,” terangnya.
Ia menegaskan, BABS dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernapasan (Ispa), penyakit kulit, dan lainnya. Buruknya sanitasi seperti septic tank yang lama tak dibersihkan dari tinja hingga pembuangan tinja yang sembarangan, juga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Maka, katanya, perlu penyedotan, setidaknya tiga sampai empat tahun sekali. Jika tidak, septic tank akan mengalami kebocoran, dan bakteri akan mencemari lingkungan hingga radius 10 meter.
“Ke depan, kita berharap masyarakat dapat mengubah perilaku dengan menerapkan hidup sehat. Bahwa, buang air besar sembarangan itu sangat berbahaya bagi kesehatan. Maka, mulai sekarang masyarakat mesti menerapkan stop buang air besar sembarangan. Lakukan cuci tangan pakai sabun, kebersihan air minum dan makanan, pengolahan sampah dan pengolahan cairan bekas rumah tangga,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sumbar, Achmad Mardanus, mengungkapkan, persoalan buang air besar sembarangan cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, tidak hanya di daerah pedesaan saja, tetapi juga masyarakat perkotaan.
Ia mencontohkan, Kota Padang masih ada masyarakat yang buang air besar di sungai atau melempar kotorannya dengan menggunakan plastik di sembarang tempat.
“Ini yang patut dibenahi. Bagaimana mengubah prilaku masyarakat, agar buang air besar tidak sembarang tempat. Tidak hanya mereka yang berada di pedesaan saja. Namun, di Kota besar. Karena dengan mereka buang air besar sembarangan, akan berdampak buruk kepada kesehatannya. Tidak sekarang, namun ke depannya,” tuturnya.
Disebutkannya, setiap rumah mesti punya jamban yang sehat. Dan, tertutup sehingga penyakit yang tersebar melalui kotoran itu akan terminimalisir. “Kita contohkan, penyakit lanjutan bisa salah satunya diare, bahkan pada 1990-an, diare itu menjadi penyakit yang membunuh. Apalagi, sekarang ini gaya hidup masyarakat, terutama anak muda cenderung lebih suka makanan cepat saji, dan tidak terbiasa lagi makan buah-buahan serta sayuran, sehingga akan berakibat pada sumber penyakit,” ungkapnya.
Maka itu, pihaknya telah melakukan program gerakan masyarakat sehat (germas), salah satunya jamban sehat, agar dapat mengubah kebiasaan masyarakat yang buang air besar sembarangan.
Selain itu, upaya lainnya dengan berkolaborasi dengan instansi terkait, untuk menyelesaikan persoalan ini dengan selalu bahu-membahu, agar masalah BABS dapat teratasi, sehingga dapat mengedukasi masyarat untuk hidup sehat.
“Untuk mewujudkan 100 persen stop buang air besar sembarangan di Sumbar, diperlukan komitmen yang kuat, tidak hanya pemerintah daerah, namun dukungan instansi terkait,” pungkasnya.