JAKARTA — Adanya sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi selama ini dalam melaksanakan tugas, telah menurunkan kredibilitas MK sebagai pengawal konstitusi. Untuk itu, MK membentuk Inspektorat, guna mengawasi perilaku hakim konstitusi di internal pejabat negara.
“Inspektorat ini nantinya akan langsung koordinasi dengan dewan etik, kalau ada laporan dari karyawan atau internal MK seorang hakim yang melanggar kode etik. Artinya karyawan tidak langsung melaporkan kepada dewan etik, tapi lewat Inspektorat,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, M. Guntur Hamzah, di acara diskusi di Gedung MK Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Guru Besar Hukum dari Universitas Hasanuddin Makassar itu, mengatakan, Inspektorat dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim konstitusi yang tidak pantas dan bertentangan dengan kode etik hakim konstitusi.
Sebab, kata Guntur Hamzah, selama ini belum ada aturan internal di MK, karyawan bisa melaporkan hakim konstitusi ke dewan etik bila ditemukan pelanggaran etik oleh hakim MK.
“Sekarang, karyawan di internal MK sendiri bisa melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim konstitusi yang tidak pantas, dengan melaporkan hakim konstitusi tersebut ke Inspektorat. Setelah itu, Inspektorat menyampaikan kepada dewan etik MK,” jelasnya.
Lebih jauh, M Guntur Hamzah menyebutkan, hal seperti itu sudah diterapkan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengawasi pimpinan KPK kalau ada yang melanggar kode etik di lingkungan internal KPK.
“Dan, sekarang apa yang diterapkan di KPK itu akan kita lakukan di MK, sehingga pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi tidak terjadi lagi dengan adanya pengawasan internal lewat inspektorat ini,” sebutnya.
Pembentukan Inspektorat MK oleh Peraturan MK (PMK), kata M Guntur Hamzah, adalah amanat atau turunan dari Perpres No. 65/2017 tentang SOTK di lingkungan instansi pemerintah. Sehingga, Peraturan MK terkait pembentukan Inspektorat memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Perpres No. 65/2017.
Sebagaimana diketahui, selama ini MK tak luput dari sorotan publik dengan sejumlah pelanggaran, bahkan tindak pidana korupsi yang menjerat para hakim konstitusi di MK. Di antaranya, mantan Ketua MK Akil Muchtar yang terlibat korupsi kasus Pilkada, Patrialis Akbar terlibat korupsi perkara uji materil UU dan yang terbaru pelanggaran kode etik oleh mantan Ketua MK yang saat ini masih menjadi hakim MK, Arief Hidayat, yang melakukan pertemuan dengan anggota DPR.