Ekonomi di Ambang Krisis, Pemerintah Sibuk Siapkan Jamuan Bagi IMF

OLEH FADLI ZON

Fadli Zon - Dok. CDN

TERUS merosotnya nilai tukar Rupiah hingga menembus angka Rp. 14.404 per dollar Amerika Serikat pada perdagangan Jumat siang, 29 Juni 2018, harus menjadi perhatian serius. Melihat situasi ini, pemerintah dan otoritas moneter harus mencari jalan keluar yang kreatif untuk mengatasi krisis nilai tukar tersebut.

Kita memang pantas khawatir, sebab nilai tukar Rupiah terus menurun meskipun Bank Indonesia telah melakukan intervensi pasar. Kita tak bisa terus-menerus menguras cadangan devisa untuk menolong Rupiah. Seperti kemarin juga diingatkan oleh Pak Prabowo, cadangan devisa kita saat ini sangat kecil.

Sejak Februari lalu, kita sudah menghabiskan US$9,08 miliar cadangan devisa. Ujungnya, per Mei kemarin cadangan devisa kita tinggal US$122,9 miliar, padahal Februari lalu jumlahnya masih US$131,98 miliar. Artinya, pemerintah dan otoritas moneter perlu segera mencari jalan keluar lain untuk mengatasi krisis nilai tukar tersebut, tak bisa terus-menerus menggunakan cara konvensional untuk mengintervensi pasar.

Selain karena faktor global, jebloknya nilai tukar Rupiah ini salah satunya dipicu tingginya tingkat ketergantungan kita terhadap impor, investasi asing, dan juga utang. Sehingga, tiap kali kita impor, membayar dividen, atau membayar bunga dan cicilan utang, selalu terjadi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.

Inilah poin yang kemarin diingatkan Ketua Umum Partai Gerindra, Pak Prabowo, soal bahayanya perekonomian yang ditopang oleh utang. Per 30 April 2018, posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp4.180,61 triliun. Dari jumlah tersebut, 41 persen di antaranya berdenominasi valuta asing (valas), baik dalam bentuk pinjaman, SBN (Surat Berharga Negara), maupun SBN Syariah.

Lihat juga...