Petani: Harga Gambir di Sumbar, ‘Gawat’

Editor: Koko Triarko

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, Candra/Foto: M. Noli Hendra

PADANG – Menguatnya dolar terhadap rupiah, tidak berpengaruh positif bagi hasil produksi pertanian gambir di Sumatera Barat yang diekspor ke India. Sebaliknya, petani gambir justru mengeluh, karena harga jual anjlok jika dibandingkan pada tahun kemarin.

Salah seorang petani gambir di Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, Dodi, mengatakan saat ini harga gambir Rp18.000 per kilogram, benar-benar berada di angka terburuk sepanjang adanya gambir di daerah Kabupaten Pesisir Selatan.

“Kami mengistilahkan kondisi harga gambir seperti saat ini dalam status gawat. Biasanya, harga gambir paling rendah itu berada di angka Rp25.000 per kilogram. Kalau kini dengan harga Rp18.000 per kilogram, para petani merasa kesulitan untuk mendapatkan untung,” katanya, Senin (28/5/2018).

Ia menjelaskan, untuk mendapatkan getah gambir itu butuh proses yang sangat panjang. Tidak hanya membutuhkan tenaga yang banyak, juga membutuhkan dana yang besar, yakni membeli kayu bakar, membangun pondok pemasak daun gambir, dan bekal satu bulan berada di kebun. Karena untuk bertani gambir itu, harus menginap di pondok di kebun.

“Sekarang kan mau lebaran, jadi mau tidak mau kita petani gambir ini harus ke kebun juga, biar bisa memenuhi kebutuhan lebaran nanti,” ucapnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, Candra, mengatakan meskipun dolar menguat hingga Rp14.030, hasil pertanian yang diekspor ke India, yakni  gambir tidak merasakan dampak positif. Hal tersebut, katanya, akibat dari petani yang menjual ke pengumpul.

“Di pengumpul mana ada bicara dolar naik atau turun? Mereka bagaimana supaya gambir yang lagi banjir itu dibeli dengan murah. Nanti kita dijual ke tempat eskpor itu, baru diadu dengan perhitungan kondisi dolar,” sebutnya.

Lihat juga...