Potret Kemiskinan, Perajin Anyaman Tinggal di Gubuk Tanpa Jamban

Editor: Mahadeva WS

BALIKPAPAN – Tinggal di gubug yang tidak memiliki jamban, Abdullah (66) warga miskin yang tinggal di RT 34 Kelurahan Sumber Rejo, Balikpapan Tengah hidup dengan menggantungkan diri pada kemampuannya untuk menganyam bambu. Lelaki yang kini hidup sebatang kara setelah istrinya meninggal tersebut, hidup dari membuat pesanan anyaman tampah bambu.

Mencari  nafkah dengan menganyam bambu untuk dijadikan tampah atau bakul adalah kegiatan sehari-hari Abdullah. Dari anyaman bambu yang dibuat, Abdullah mendapatkan uang Rp100 ribu sebagai upah atas jasanya, Hanya saja untuk membuat tampah atau bakul tersebut sangat tergantung dari adanya pesanan.

Jika tidak ada yang datang memesan, maka Abdullah harus menjual produk karyanya ke pasar untuk mendapatkan uang. “Anyaman bambu dibuat menjadi bakul dan tampah kalo ada yang pesan. Kalo tak ada yang pesan ya menunggu sambil membuat, kemudia jual di pasar Rapak,” jelas Abdullah yang tinggal di sebuah gubuk kecil tak jauh dari tengah Kota Balikpapan.

Lebih dari 10 tahun, Abdullah hidup di dalam gubuk yang lokasinya tak jauh dari Kantor keluraha Sumber Rejo. Di gubuk tersebut tidak ada fasilitas yang memadai. Tanpa ada kamar mandi dan jamban sehingga mandi dilakukan diluar dan ketika membutuhkan membuang hajat dilakukan di hutan.

Dia bersyukur sebagai warga tak mampu mendapatkan bantuan beras dari pemerintah 10 kilogram setiap bulan. Dengan bantuan tersebut  Abdullah bisa makan sehari-hari karena tinggal membeli lauk dari hasil uang yang diperolehnya.

“Uang Rp100 ribu itu biasa dipakai untuk menebus dua karung seberat 10 kg beras sejahtera. Sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Dulu ada isteri dan anak, sekarang anak sudah menikah kemudian tinggal bersama isterinya,” tukas Abdullah.

Lihat juga...