JAKARTA — Untuk kesekian kalinya Undang-undang No.16/2017 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) kembali digugat di Mahkamah Konstitusi. Kali ini gugatan dilakukan oleh sejumlah Ormas yang sidang pendahuluannya sudah digelar pada Senin (15/1/2018).
Para penggugat di antaranya adalah Munarman dari Front Pembela Islam (FPI), Dewan Dakwa Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda-pemuda Muslimin Indonesia dan Perkumpulan Hidayatullah.
Adapun pasal yang digugat oleh sejumlah Ormas tersebut adalah Pasal I angka 6 sampai dengan angka 21, dalam frase “atau paham lain”, pada Penjelasan Pasal 59 huruf c, Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 80A ayat (1) dan ayat (2) UU No.16/2017.
Munarman salah satu penggugat menyebut, hak konstitusionalnya terasa dibatasi terutama dalam hak berkumpul dan berpendapat seperti yang diatur dalam UU No.16 2017 tentang Ormas. Hal tersebut dinilainya berpotensi melanggar UUD.
“UU Ormas ini sangat berpotensi membatasi hak berkumpul dan berpendapat warga negara, termasuk saya. Untuk itu saya dan teman-teman minta kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal I angka 6 sampai dengan angka 21,” kata Munarman.
Di mana Pasal I angka 6 hingga 21 UU No.16/2017 merupakan ketentuan yang menghapus prosedur pemberian sanksi terhadap Ormas. Sementara aturan mengenai sanksi tercantum di Pasal 63 sampai dengan Pasal 78 UU Ormas.
“Selain itu ketentuan lain juga mengancam hak konstitusional kami dalam kemerdekaan berkumpul, berserikat, menyatakan pendapat, memperjuangkan hak secara kolektif, mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” tambah Munarman.