Nelayan Tradisional Sumut Sambut Gembira Pelarangan Pukat Harimau
MEDAN — Nelayan tradisional di Provinsi Sumatera Utara merasa senang penghentian penggunaan alat tangkap pukat harimau di daerah itu, karena selama ini meresahkan dan juga merusak sumber biota yang terdapat di laut.
“Syukurlah, adanya pelarangan secara tegas pukat ‘trawl’ tersebut menangkap ikan di perairan Indonesia,” kata salah seorang nelayan tradisional Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang, Udin (52) yang dihubungi dari Medan, Jumat (5/1).
Sebab selama ini, menurut dia, pukat harimau (pukat hela) itu, menguras habis ikan yang terdapat di dasar laut, dan juga merusak terumbu karang, serta rumpon yang dipasang nelayan kecil.
“Pukat harimau tersebut, dengan ganasnya mengikis habis bibit-bibit ikan yang masih kecil yang terdapat di dasar laut,” ujar Udin.
Ia menyebutkan, sehubungan dengan itu, maka Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 melarang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl (Pukat Hela), Pukat Tarik (Seine Nets) dan sejeninya.
Nelayan pemodal besar itu, harus menghentikan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan menggantinya dengan jaring penangkap ikan yang diajurkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Pokoknya, terhitung pada Januari 2018 ini, tidak ada lagi kelihatan beroperasi pukat harimau yang menangkutkan nelayan kecil itu,” ucapnya.
Udin menyebutkan, pemberlakuan larangan pukat harimau itu, menangkap ikan di tanah air ini, sebenarnya sejak 2015. Namun pemerintah masih memberikan kelonggaran agar nelayan bisa beralih penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Namun, pada tahun ini tidak ada lagi istilah memberikan keringanan pada alat tangkap tersebut, dan pemerintah telah menegaskan akan menyikat habis pengguna jaring ilegal itu.