Kirab Pusaka Slahung, Napak Tilas Perjalanan Bupati Gading
PONOROGO — Menjaga tradisi secara turun temurun, warga Slahung, Ponorogo menjelang akhir tahun mengadakan acara kirab pusaka yang diarak sejauh tujuh Km. Berangkat dari Desa Nailan menuju Desa Slahung dan berakhir di makam Joyonegoro. Ada tiga pusaka yang dikirab yakni tombak tunggul nogo, payung songsong buwono dan tongkat jati kumoro.
Praktisi sekaligus budayawan, Purbo Sasongko menjelaskan, kirab pusaka ini rutin digelar tiap tahunnya bahkan sudah termasuk ke dalam kalender wisata Ponorogo.

“Ini bentuk napak tilas perjalanan Bupati Gading, Joyonegoro,” jelasnya kepada Cendana News, Minggu (3/12/2017).
Menurutnya, acara napak tilas ini untuk mengenang jasa Joyonegoro. Seorang bupati Gadingrejo, kalau sekarang tepatnya Dusun Gading, Desa Campurejo, Kecamatan Sambit pada tahun 1604-1611 M yang kabupatennya dibubarkan oleh Mataram lama.
“Kekuasaannya pun diberhentikan lalu beliau diasingkan di Slahung,” ujarnya.
Slahung berasal dari kata Selong atau pengasingan. Joyonegoro usai kekuasaannya diberhentikan, lalu menjalani pengasingan di Tumpak Swangon di Gunung Loreng. Joyonegoro sendiri, lanjutnya, juga merupakan putera dari panembahan senopati di Mataram.
Disebutkan, sesuai sejarah, HOS Cokroaminoto merupakan keturunan dari Joyonegoro. Ia merupakan guru Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.
“Turut bangga, karena terbentuknya Republik Indonesia terwarnai darah dari Ponorogo, tepatnya Slahung,” imbuhnya.
Dalam acara kirab ini, setiap peserta kirab menaiki delman atau kereta kuda. Selama arak-arakan berlangsung masyarakat sekitar nampak berkerumun di pinggir jalan menjadi saksi tradisi budaya yang terus diwarisi turun temurun. Bagaimana perjuangan Bupati Joyonegoro saat dipengasingan yang diceritakan melalui kirab pusaka sebagai napak tilas perjuangan.