BANDUNG – Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) menuturkan, seni degung klasik harus berkolaborasi dengan seni modern yang mengedepankan sentuhan kreativitas dan teknologi.
Hal ini merupakan salah satu cara mengembangkan seni tradisi Sunda, khususunya degung, agar menjadi karya pertunjukkan menarik dan mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat, bahkan menjadi kekuatan ekonomi baru.
“Ke depan kolaborasi kreatif antara degung klasik dengan seni modern yang mengedepankan sentuhan kreativitas dan teknologi bisa menjadi jalan tengah bagi pengembangan seni degung, sehingga dapat menjadi karya seni pertunjukkan yang sangat menarik, bahkan akan menjadi kekuatan ekonomi baru untuk lebih mendapatkan apresiasi tinggi dari khalayak,” kata Demiz, dalam siaran persnya, Minggu (5/11/2017).
Sebelumnya, ia membuka Pasanggiri Seni Degung Tingkat SMU/ SMK se-Jabar Piala R.A.A Wiranatakusuma, di Gedung Rumentang Siang Bandung, Sabtu (4/11). Menurut Demiz, pada kurun 1950-1960 seni degung mengalami perkembangan pesat, bahkan dapat dikatakan sebagai masa keemasan yang selalu tampil di acara pemerintahan dan perayaan di masyarakat.
Saat itu, muncul seniman Sunda yang memiliki andil besar dalam perjalanan seni degung, yaitu Raden Arya Adipati Wiranatakusuma V yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bandung. “Lalu, muncul tokoh-tokoh populer saat itu seperti Encar Carmedi, Djuju Sain dan lainnya dengan lagu yang ditampilkan berjudul Pajajaran, Gelatik Mangut, Bima Mobos. Apa ada yang masih ingat lagu-lagunya?” ujar Demiz, di hadapan peserta.
Di era 1980-1990, seni degung berkembang menjadi degung kawih yang juga melahirkan seniman terpopuler Nani Suratno, yang kini karya-karyanya masih diperdengarkan dan dimainkan.