Tantangan lain yang dihadapi ASEAN menjelang hari jadi ke-50 yakni munculnya bibit-bibit intoleransi, prasangka, dan kebencian berdasar etnis dan agama.
Malaysia, sebagai contoh, sekarang menjadi sangat diawasi oleh supremasi Muslim yang menyulitkan warga etnis India dan China untuk merasa disambut dan dihargai di negara tersebut.
Sedangkan Myanmar masih menghadapi ketegangan antara kelompok Muslim dan Buddha, sebuah potensi konflik yang akan memengaruhi stabilitas negara dan kawasan.
“Nilai-nilai pluralisme perlu diperkuat karena keberagaman adalah keunggulan ASEAN. Selama ratusan tahun penduduk Asia Tenggara dari berbagai agama, etnis, dan identitas telah hidup bersama, saling berinteraksi, dan menghormati kebebasan satu sama lain,” ujar Michael.
Mantan jurnalis BBC dan editor Far Eastern Economic Review itu berharap pada masa depan negara-negara ASEAN akan bersama-sama membangun kedaulatan dan solidaritas, terutama di masa-masa sulit.
“Indonesia selama ini memainkan peran penting dalam mempromosikan semangat persaudaraan itu, salah satunya saat membantu Myanmar menyelesaikan konflik berbasis agama di negara bagian Rakhine, beberapa waktu lalu,” kata penulis “Blood and Silk: Power and Conflict in Modern Southeast Asia” (2017) (Ant).