Pemda Sikka Berhasil Turunkan Angka Malaria ke Titik 1,03 Persen
MAUMERE — Pemerintah daerah kabupaten Sikka berhasil menurunkan angka kesakitan malaria yang merupakan penyakit berbasis lingkungan dari 76 persen di tahun 2013 menjadi 1,03 persen di tahun 2016 dan ini merupakan prestasi yang luar biasa.
Bupati Sikka Drs.Yoseph Ansar Rerae menyebutkan, penurunan angka ini dilakukan berkat Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria) yang dilakukan sejak tahun 2013 hingga saat ini yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti dinas kesehatan Sikka, LSM Yaspem, pihak sekolah dan juga gereja.
“Kami berhasil menurunkan angka kesakitan malaria dari 76 persen menjadi 1,03 persen sehingga mendapat penghargaan dari menteri Kesehatan RI dan ini merupakan prestasi semua pihak termasuk lembaga pendidikan,” tuturnya di Sikka, Jumat (4/8/2017).
Dikatakan Ansar, di sekolah-sekolah dasar dibentuk Laskar Jentik yang bertugas memantau jentik dan digalakan pola hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan lingkungan baik di sekolah maupun di rumah.
Dalam bidang kesehatan bterangnya, pemda Sikka berupaya untuk bagaimana menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dan upaya pencegahan atau promotif menjadi hal yang utama dan ini sangat berkaitan dengan pola hidup sehat dan kualitas lingkungan.
“Apakah kita mau sakit dahulu baru pergi berobat ataukah lebih baik kita menghindar supaya jangan sakit sehingga kami selalu menggalakan tindakan pencegahan terhadap penyakit berbasis lingkungan,” terangnya.

Maria Bernadina Sada Nenu, MPH kepala dinas Kesehatan kabupaten Sikka kepada Cendana News menjelaskan, penyakit yang berbasis lingkungan yang menempati peringkat pertama dan seterusnya di kabupaten Sikka meliputi malaria, ISPA, TBC, Kaki Gajah serta HIV dan AIDS.
Gebrak malaria sebut Maria sudah dilakukan sejak tahun 2014 lalu secara besar-besaran dengan pembagian kelambu, membuat muatan lokal untuk diajarkan di sekolah dasar di semua wilayah kabupaten Sikka serta membentuk Laskara Jentik untuk memantau jentik nyamuk.
“Gebrakan secara besar-besaran ini membuat penyakit malaria mengalami penurunan drastis namun langkah positif ini perlu dipertahankan oleh masyarakat,” pintanya.
Untuk penyakit kaki gajah atau Filariasis lanjut Maria, dinas Kesehatan pun sejak tahun 2016 sudah membagikan obat gratis untuk diminum tapi susah sekali mengajak masyarakat minum meski dipaksa padahal kaki sudah bengkak dan tidak bisa memakai sepatu.
“Kami selalu mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi namun memang kadang susah meyakinkan masyarakat untuk minum obat pencegahan penyakit Filariasis,” pungkasnya.