Kemendes: Ketimpangan di Desa Seperti Paradoks
JAKARTA — Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Pedesaan-Kementerian Pedesaan (Kemendes) RI, Ahmad Erani Yustika menyebutkan, ketimpangan di desa seperti paradoks hingga sangat terbatas akan infrastruktur. Meski desa-desa tersebut memiliki sumber daya alam (SDA) yang cukup tinggi namun karena keterbatasan kemampuan untuk mengelola menyebabkan kemiskinan masih cukup tinggi.
“Ya seperti paradoks atau anomali,” ujar Erani dalam Seminar Tengah Tahun Indef 2017 bertajuk “Mengurai Solusi Ketimpangan” di IPMI International School, Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Diungkapkan, kondisi di desa layaknya kondisi yang tidak wajar karena selalu surplus akan SDA, tapi tetap defisit terhadap penguasaaan. Hanya sebagian kecil orang yang mampu menguasai akses dan SDA tersebut.
“Padahal, desa itu lumbung SDA, tapi warga desa tidak dapat memegang itu. Dorongan dari pemerintah agar pembatasan lahan untuk korporasi memang terus dilakukan, tapi di DPR selalu mental,” ungkap Erani.
Erani mencontohkan, terbatasnya akses infrastruktur yang salah satunya terlihat dari ketersediaan fasillitas sanitasi antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan yang masing sangat timpang.
Fasilitas sanitasi di wilayah pedesaan masih sangat minim. Hingga saat ini masih ada 20 juta rumah tangga di desa yang hidup tanpa memiliki toilet atau WC untuk MCK.
“Ini kalau di setiap rumah tangga ada empat orang, berarti dikalikan empat, maka hasilnya ada 80 juta orang tidak mendapatkan fasilitas sanitasi yang baik,” ucapnya.
Dikatakan, minimnya fasilitas sanitasi tidak hanya terjadi di desa-desa yang ada di pedalaman, tetapi di daerah pinggiran Ibu Kota. Ini membuktikan betapa timpangnya kondisi perekonomian di desa.