Yohanes mengaku sangat terkesan dengan kehidupan iman umat Katolik di Kota Larantuka yang masih mempertahankan tradisi warisan Portugis secara turun-temurun, hingga ratusan tahun. “Di sini juga saya lihat kehidupan toleransi antar umat beragama juga bagus, bahkan umat dari agama lain juga ikut menjaga keamanan dan menghormati tradisi umat Katolik di sini,”sebutnya.
‘Tuan’ dalam bahasa Nagi (Larantuka) merupakan sebutan bagi orang yang sangat dihormati. Ritual Cium Tuan merupakan ritual mencium patung Mater Dolorosa atau Tuan Ma (Ma bahasa Nagi untuk Mama merujuk pada Bunda Maria).
Sementara itu, Tuan Ana adalah patung Tuhan Yesus yang berada dalam peti mati (Ana, bahasa Nagi untuk anak yang merujuk pada Yesus), serta Tuan Meninu (patung Kanak Yesus) di Kapela Tuan Meninu Sarotari dan Tuan Bediri atau patung Tuhan Yesus yang berdiri di Wure.
Dalam ritual ini, umat dan peziarah mulai berlutut sejak di depan pintu Kapela dan berjalan menggunakan lutut, hingga depan patung di bawah tandu. Seraya menunduk, umat mencium kayu tandu patung, jubah, peti atau karpet di depan patung sambil tak putus melantunkan doa dan ujub pribadi.
Sejak siang hingga sore, para peziarah mendatangi Kapela Tuan Ma dan Tuan Ana serta Tuan Meninu. Sementara di Wure, selepas pukul 17.00 WITA, peziarah yang hendak menyeberang menggunakan perahu motor ke Wure, Pulau Adonara, sudah ditutup.
Jurnalis: Ebed De Rosary/ Editor: Koko Triarko/ Foto: Ebed De Rosary
Source: CendanaNews