JUMAT, 17 MARET 2017
PADANG — Jika dihitung-hitung biaya pendidikan selama mempelajari kesehatan di perguruan tinggi, maka sangat tak sebanding dengan penghasilan yang diterima seorang perawat dalam menjalani profesinya, terutama yang bekerja sukarela di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).
![]() |
Yonia Mustika Suci (tengah) bersama dua orang perawat di Puskesmas Surantih |
Yonia Mustika Suci, seorang perawat di Puskesmas Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), memiliki cerita selama dua tahun menjalani profesi sebagai perawat di Puskesmas Surantih, yang patut menjadi inspirasi bagi para-para sarjana di tanah air.
Iyon, begitu nama sapaannya, merupakan seorang perawat lulusan dari Poltekkes Kemenkes RI Padang, salah seorang dari 100 perawat yang menjadi sukarelawan di Puskesmas Surantih dan hingga kini rutinitas yang dijalaninya sudah dua tahun lamanya. Ingin mendapatkan penghasilan yang lebih dari profesinya, bukanlah hal utama yang ada di dalam pikirannya. Tapi ini tentang pengabdian secara sukarela untuk kesehatan masyarakat di daerahnya.
Tak jarang Iyon menerima sindiran dari banyak orang yang menyebutkan bekerja secara sukarela mau makan apa. Namun, ia pun tak menghiraukan persoalan tersebut. Meski saat ini Iyon telah menjadi ibu dari satu orang anak perempuan, keteguhan hatinya tetap membuatnya bertahan bekerja secara sukarela di Puskesmas yang berjarak sekira 3 km dari rumahnya tersebut.
“Saya merupakan lulusan kesehatan, dan saya juga seorang ibu yang mempunyai anak. Jika saya sibuk dengan rumah tangga saja, sementara ijazah yang saya peroleh sejauh ini dibiarkan tersimpan malah tidak ada manfaatnya. Lebih baik, saya pergunakan ilmu yang saya dapat untuk membantu masyarakat,” ujarnya, Jumat (17/3/2017).